Peneliti Brin Temukan Lukisan Babi Hutan Tertua di Dunia
Tim Peneliti Arkeologi Nasional meraih penghargaan dalam kategori Sains atas temuan aneka lukisan figuratif tertua di dunia di gua purba Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Temuan ini menggeser paradigma arkelogi Indonesia dan memperkaya pengetahuan tentang evolusi kognitif di Bumi.
Mereka terdiri atas Adhi Agus Oktaviana dan Budianto Hakim yang merupakan Peneliti Pusat Riset Arkeometri (PRA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Pindi Setiawan, Basran Burhan, dan Rustan LP Santari yang merupakan kalangan akademisi dan praktisi cagar budaya. Tim dapat Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) dengan tema "Generasi Bangun Negeri" yang digelar di Jakarta Minggu 14 Agustus 2022.
Penemuan lukisan di dinding gua bergambar babi hutan dinobatkan sebagai lukisan tertua di dunia. Lukisan yang diperkirakan berusia 45.500 tahun itu ditemukan di Gua Leang Tedongnge, Maros, Sulawesi Selatan pada Desember 2017. Adhi Agus menjelaskan proses pengambilan sampel hingga mendapatkan hasil. "Sampel yang dambil pada lukisan tersebut dibawa ke lab, dan setelah dianalisis dengan metode uranium series, keluar umur 45.500 tahun yang lalu," kata Adhi dikutip dari laman Brin.
Tim peneliti arkeologi juga menemukan seni lukisan di situs lain yang berada di Leang Bulu Sipong, Sulawesi. Lukisan tersebut berusia antara 35.100 tahun hingga 43.900 tahun. Adhi Agus menceritakan di situs ini terdapat figur Therianthropy, yaitu gambar setengah manusia dan setengah binatang. Lukisan tersebut juga menggambarkan kegiatan perburuan tertua di dunia.
Salah satu peneliti, Rustan LP Santari, mengatakan, orang-orang zaman purba diduga telah membuat lukisan dengan cara melukis menggunakan kuas dimana di masa itu dibuat dari bahan akar-akaran atau ranting-ranting yang dimodifikasi. "Cara kedua, khususnya untuk lukisan gambar tangan adalah dengan cara meletakkan tangan di dinding gua kemudian di beri pewarna," jelasnya.
Sementara Budianto Hakim mengutarakan, setelah rentetan penemuan yang dimulai tahun 2014 hingga sekarang, bahwa leluhur kita di nusantara ini lebih menonjol dibanding leluhur bangsa Eropa. "Ini memperkuat pondasi ataupun konstruksi identitas kebangsaan kita," ujarnya.