Peneliti BRIN: Penularan Mpox sebagian Terjadi Lewat Kontak Seksual
Kepala Organisasi Riset Kesehatan (ORK) BRIN, Ni Luh Putu Indi Dharmayanti menjelaskan, penuluaran Monkeypox (Mpox) antar manusia sebagian besar terjadi melalui kontak seksual. “Lewat kontak seksual,” tegasnya dalam keterangan pers pada Selasa 3 September 2024.
Penegasan Ni Luh Putu Indi ini merespon beberapa hari terakhir Mpox menjadi kabar yang meresahkan bagi masyarakat. Pada tanggal 14 Agustus 2024, WHO menetapkan kembali status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk Mpox. Selama tahun 2022-2024, Kementerian Kesehatan RI mencatat terdapat 88 kasus Mpox di Indonesia. Di antaranya 74 kasus hingga tahun 2023 dan 14 kasus di tahun 2024.
Dikatakan Ni Luh Putu Indi, penelitian perlu terus dilakukan terkait epidemiologi, transmisi dan pengembangan vaksin atau terapi baru dalam upaya pengendalian Mpox. Yang juga penting informasi terkini perkembangan Mpox sekaligus mendorong peluang kerja sama antara BRIN dengan instansi terkait dalam upaya pencegahan penyebaran Mpox di Indonesia,” ujarnya.
Untuk mencegah peningkatan kasus Mpox, pemerintah melakukan gerak cepat dengan memperketat pemeriksaan kesehatan di pintu masuk negara dan mengaktifkan kembali pelacakan mobilitas pelaku perjalanan melalui aplikasi SATUSEHAT Health Pass.
Skrining ketat dilakukan menyusul ditemukannya varian Clade Ib di luar kawasan Afrika. Virus Mpox Clade Ib terindikasi memiliki derajat keparahan yang lebih tinggi, penularan lebih cepat, termasuk menular ke populasi anak-anak.
Kepala Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis BRIN, Harimat Hendrawan mengungkapkan, dari Hasil Penilaian Risiko Bersama (PRB) atau Joint Risk Assesment (JRA) Mpox di Indonesia hingga saat ini belum ditemukan kasus Mpox pada hewan. Namun, karena cukup banyak masyarakat yang hidup berdampingan dengan hewan peliharaan sehingga dikhawatirkan terdapat potensi penularan balik (spill back) dan pembentukan reservoir hewan baru.
“Risiko tersebut perlu segera diketahui, termasuk perkembangan terkini terkait Mpox. Pengetahuan yang terus berkembang tentang Mpox membantu dalam upaya mitigasi faktor risiko dan mengidentifikasi cara-cara penularan baru serta meningkatkan langkah-langkah pencegahan yang efektif,” imbuh Hendrawan.
Menurutnya, pencegahan dapat diupayakan dengan pemberian vaksin cacar, penggunaan pelindung pribadi, dan menghindari kontak dengan hewan yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi. Pengobatan umumnya bersifat suportif, dengan fokus pada pengelolaan gejala dan pencegahan infeksi sekunder. Beberapa terapi antiviral mungkin digunakan dalam kasus-kasus yang parah atau berisiko tinggi.
“Prinsipnya kita harus kembali menegakkan disiplin protokol kesehatan untuk mencegah risiko penularan,” tegas Hendrawan.