Penegakan Hukum Terkait Hiburan Disorot, Ada Apa
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Penataan, Pengawasan dan Pengendalian Usaha Tempat Hiburan kembali dikupas. Kali ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Probolinggo menggelar uji publik terkait penegakan, pengawasan, dan pengendalian tempat hiburan.
Dua narasumber yakni, Ahmad Imron Rosuli (dosen Fisip, Unibraw Malang) dan Titik Widayawati (Kabag Hukum) dihadirkan sebagai narasumber dalam uji publik di ruang pertemuan Sabha Bina Praja, Pemkot Probolinggo, Selasa, 24 September 2019.
MUI juga mengundang puluhan pengurus ormas Islam untuk mengupas Perda 9/2015 itu. Hasil kajian akan disampaikan kepada Pemkot Probolinggo.
“Walikota sudah tidak memperpanjang izin operasional dua tempat hiburan di Kota Probolinggo. Sekarang mari kita kaji Perda Nomor 9 Tahun 2015 yang menjadi landasan,” kata Ketua Umum MUI Kota Probolinggo, KH Nizar Irsyad.
Imron dari Fisip Unibraw mengawal bahasan dengan menyitir Rencana Jangka Panjang dan Menengah Daerah (RPJMD) Kota Probolinggo. “Dalam RPJMD disebutkan, Kota Probolinggo sebagi kota agamis sehingga perlu menata dan mengawasi tempat hiburan,” ujarnya.
Landasan agama (moral), yuridis, sosiologis, hingga empiris harus digunakan Pemkot dalam menata kota. “Saya kutip guyonan KH Nizar, bukan hanya masalah pluralitas tetapi juga ada masalah ‘puriltas’ yang harus diperhatikan,” ujar Imron disambut tertawa hadirin.
“Purelitas” di sini menyangkut dunia pemandu lagu (purel) yang selalu mewarnai tempat hiburan malam di Kota Probolinggo sebelumnya. Dikatakan Perda 9/2015 sebenarnya sudah melarang keberadaan pemandu lagu di tempat hiburan.
Memang masalah ekonomi (pendapatan daerah) sering menjadi pertimbangan terkait pajak daerah dan retribusi daerah dari sektor hiburan. “Tetapi harus diingat, marwah suatu kota tidak hanya bisa dipandang dari segi meningkatnya pendapatan asli daerah,” katanya.
Imron juga menyoroti masih lemahnya penegakan Perda 9/2015. “Penegakan Perda masih terkendala ‘sor mejo ono ulone’ alias ada sesuatu di bawah meja,” ujarnya.
Soal lemahnya penegakan Perda 9/2019 juga diungkapkan Titik Widayawati, Kabag Hukum Pemkot Probolinggo. “Penegak Perda jelas Satpol PP. Soal pengawasan, sesuai Perda, sudah dibentuk Tim Pengawas yang anggotanya sejumlah OPD (orgasasi perangkat daerah),” katanya.
Titik mencontohkan, tempat karaoke Pop City, pernah mendapat peringatan lisan, tertulis, hingga ditutup sementara karena ada sejumlah pelanggaran. “Pelanggaran itu di antaranya ada purel dan menyediakan toilet di dalam kamar karaoke,” ujarnya.
Setelah ditutup sebulan akhirnya Pop City beroperasi kembali. Hingga akhirnya izin operasional habis dan oleh Pemkot tidak diperpanjang lagi. Demikian juga karaoke 888, izin operasionalnya juga tidak diperpanjang lagi.
Jika mengacu pada Perda, kata Titik, kedua tempat karaoke itu jelas tidak bisa berdiri sejak awal. “Soalnya tempat hiburan harus berjarak minimal 300 meter dari tempat ibadah, pendidikan, dan pemerintahan,” katanya.
Dikatakan walikota memiliki diskresi (kebijakan) untuk tidak memperpanjang izin dua tempat hiburan di wilayahnya.