Pendidikan Membahagiakan Anak-anak
oleh: Antonius Benny Susetyo
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
PENDIDIKAN Pancasila akan menciptakan karakter pancasilasi dalam anak-anak muda, dan membahagiakan anak-anak. Mulai pada tahun ajaran 2023-2024, pendidikan Pancasila diajarkan kepada murid-murid dari PAUD sampai dengan SMA.
Pelajaran ini bisa mengajarkan anak-anak untuk memiliki cita rasa Pancasila, dan menjadi nilai keutamaan hidup. Ini tidak hafalan atau doktrinasi lagi, ini untuk membawa anak-anak menjadikan Pancasila menjadi nilai dalam kehidupannya.
(Pelajaran Pancasila) memakai metode 70% pengalaman, 30% teori. Ini sesuai dengan nilai dari Ki Hajar Dewantara: pendidikan untuk menjadi. Bukan menghafal dan mengingat, tetapi anak-anak akan benar menjadi, menjadi insan profil Pancasila.
Garis besar isi pembelajaran mata ajar Pancasila. Anak-anak diajarkan keragaman, anak-anak sadar kalau mereka berbeda tetapi satu. Pancasila adalah ideologi yang menyatukan hal itu. Menghargai budaya lokal dan budaya orang lain, misalnya. Ini yang ditanamkan sejak dini.
Dari PAUD sampai SD, penekanan lebih kepada bagaimana hidup dengan nilai Pancasila dari hal-hal kecil dan mudah digunakan. Saat tingkat SMP, baru mulai diajarkan sejarah Pancasila dan Indonesia, serta pengenalan tokoh-tokoh. SMA, baru diajarkan dan mengenal soal konsep Pancasila. Jadi, semua sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing jenjang.
Urgensi pendidikan Pancasila, menyusul hasil survei dari Setara Institute kepada anak-anak muda di 5 kota besar di Indonesia.
Sebanyak 83% anak muda menyatakan Pancasila bukan ideologi permanen. Ini mengerikan. Pancasila padahal dielu-elukan oleh banyak tokoh internasional sebagai pemersatu yang ampuh.
Pengakuan dari Suriah
Seorang imam dari Suriah pernah menyatakan Indonesia beruntung punya Pancasila, dimana menyatukan 700 lebih suku bangsanya; di Suriah, hanya sekitar 10 suku bangsa, tetapi bertikai. Kita tahu bagaimana keadaan Suriah sekarang. Pancasila itu bukan main-main, dan Pancasila benar menyatukan kita semua.
Dalam mengajarkan pelajaran Pancasila, harus ada perubahan paradigma penyampaian. Orientasi pengajaran harus bukan pada hafalan atau doktrinal, tetapi anak-anak sendiri diarahkan untuk menjadikan apa yang bahan ajar menjadi nilai hidupnya. Banyak tugas pribadi dan reflektif, banyak visual dan belajar membangun kebersamaan.
Anak-anak harus bisa mengalami pendidikan yang menyenangkan, bukan hafalan lagi, tetapi perjumpaan dengan teman dan sesamanya, dan akhirnya Pancasila bisa menjadi ideologi hidup dan bekerja.
Guru mampu memberikan inspirasi kepada murid agar dia memiliki kemandirian, kreativitas, dan kecakapan teknologi. Ubah paradigma, bukan monolog lagi. Anak-anak menggali sendiri pengetahuan, guru menjadi sahabat, teman, dan membantu. Paradigma guru harus diubah. Itulah yang ditunjukkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Akhirnya, pada bagian penutup, pakar komunikasi politik ini menyampaikan bahwa BPIP menginginkan, dimulai dari pendidikan Pancasila, metode dan paradigma guru, orang tua, serta pihak terkait, dalam pengajaran, menjadi menyenangkan bagi anak-anak.
Kembalikanlah tugas guru: membuat anak-anak mencintai negara dan bangsanya. Itulah cita-cita Ki Hajar Dewantara. Jangan itu hilang. Pendidikan bukan instan dan kejar target, tetapi ajarkan kebahagiaan.
Guru memahami anak-anak, agar minatnya tersalurkan. Kesalahan sekarang, kita memaksakan anak-anak.
Sukses bukan jadi dokter atau insinyur, tetapi jadi dirinya sendiri. Kalau anak mau jadi penggiat seni, biarkan. Anak menjadi atlet, biarkan. Jangan konsep: anak harus jadi pegawai, pegawai negeri sipil', itu salah. Biarkan anak-anak menjadi dirinya sendiri dan mampu mengembangkan dirinya secara baik dan benar. Dukung mereka, jadilah teman mereka dalam belajar.
*) Disampaikan dalam seminar Bulan Bung Karno dengan tema Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa Bernegara, Sabtu (22 Juli 2023), di Jogja Green School, Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.