Pendidikan Karakter, Pakar Sebut Tak Bisa Berdiri Sendiri
Pemkot Surabaya akan membebaskan pelajar SD dan SMP dari Pekerjaan Rumah (PR) mulai 10 November mendatang. Sebagai penganti PR akan ditambahkan jam pelajaran pembentukan karakter siswa.
Kebijakan baru ini pun menimbulkan polemik di masyarakat. Ada yang setuju dan tidak. Menurut Guru Besar Bidang Manajemen Pendidikan Unesa, Prof Muchlas Samani, M.Pd Pemkot harus menegaskan PR seperti apa yang dihapuskan.
Bila PR yang dimaksud adalah soal-soal yang membebani siswa memang perlu dihapuskan. Tapi kalau itu bagian dari pelajaran sekolah tidak bisa dihilangkan. Misalnya, anak itu diberi tugas kelompok mengamati banjir dikampungnya, apa sebabnya dan lain-lain. "Itukan penting dan jangan dihapus," jelas Prof Muchlas, Senin, 24 Oktober 2022.
Terkait pendidikan karakter yang diberi jam pelajaran khusus, ia juga kurang setuju karena pendidikan karakter tidak bisa berdiri sendiri melainkan harus terintegrasi dengan semua pelajaran yang diajarkan.
"Karakter itu sesuatu yang dicontohkan bukan hanya sekadar teori. Yang baik itu budaya sekolahnya. Yakinlah bila sekolahnya bagus, bersih, guru-gurunya santun maka muridnya akan mengikuti," ungkapnya.
Menurutnya, pendidikan karakter yang berdiri sendiri malah akan membuat siswa binggung. Misalnya, hari ini topiknya disiplin apa yang akan diajarkan, nanti akan jadi aneh.
Tetapi topik tersebut akan menarik bila digabungkan dengan mata pelajaran misalnya. "Karena pendidikan karakter yang baik adalah dikerjakan oleh siswa. Bukan hanya sekadar diceramahi," imbuhnya.
Sebenarnya, ujar Muchlas, bila dibedah kurikulum pendidikan sudah mengajarkan mengenai pendidikan karakter. Misalnya hormat pada orang tua diajarkan pada pelajaran PPKN, Agama dan Bahasa Indonesia. "Guru mencontohkan tidak boleh mencontek itu juga karakter,"
Saran Untuk Pemerintah Kota Surabaya.
Saat ditanya mengenai saran kepada Pemkot Surabaya atas kebijakan penghapusan PR, Prof Muchlas Samani mengungkapkan dua hal.
Pertama, yang harus dihilangkan adalah beban soal dan juga hafalan yang tidak diperlukan bukan PRnya. Sepanjang PR itu bagian dari sekolah tidak masalah untuk diberikan.
"Kedua, saya pernah menulis buku pendidikan karakter. Membentuk karakter itu yang paling efektif ditularkan dan dicontohkan bukan hanya diomongkan," tandasnya.