Pendeta Chrysta Andrea, Rohaniawan Pembela Kemanusiaan
Bagi Pendeta Chrysta Andrea, membela kemanusiaan adalah tugas dari seorang rohaniawan. Hal itu ia buktikan dengan keberpihakannya terhadap Orang Dengan HIV dan Aids (ODHA).
Selama 10 tahun dirinya telah membangun jejaring dengan banyak relawan untuk melakukan pembinaan di suatu desa di Malang Selatan yang tak mau ia sebutkan namanya, desa itu menjadi pusaran penularan virus HIV.
Baginya ODHA kerap dilekatkan dengan stigma buruk oleh masyarakat, hal ini menurutnya dapat memojokkan si penderita.
"Kemanusiaan di dalam penderita ini harus kita jaga. Biasanya orang yang mendapatkan penyakit ini rasa yang paling pertama muncul adalah bingung. Nah, perasaan bingung ini kalau tidak ada orang yang merangkul mereka akan menimbulkan rasa marah. Nah, rasa marah ini akan melahirkan dendam dan menularkan penyakit AIDS kepada sekitarnya," jelasnya pada Sabtu 14 Desember 2019.
Kerap kali, kata Pendeta Andrea, penderita AIDS sering dianggap terlibat pergaulan bebas. Padahal, menurutnya penularan AIDS tidak melulu disebabkan oleh aktivitas seksual.
AIDS, kata Pendeta Andrea, dapat ditularkan melalui luka, cairan yang dikeluarkan oleh alat kelamin, dan transfusi darah yang tidak steril. Namun, kesadaran masyarakat akan hal ini masih minim. Hal inilah yang membuatnya harus turun tangan untuk menepis stigma buruk tersebut.
"Permasalahan utamanya selain dari kepribadian penderita sendiri adalah keluarga dan masyarakatnya. Malah ada seorang Ibu yang terkena AIDS, lantas melahirkan seorang anak. Nah, ketika anak itu di sekolah mirisnya tidak ada yang mau mendekatinya. Parahnya lagi gurunya turut mengimbau orang tua lain untuk menjauhinya," tuturnya.
Maka dari itu, bersama dengan para relawan dan Puskesmas setempat, Pendeta Andrea mencoba untuk mengayomi dan mendampingi ODHA di salah satu desa di Malang Selatan.
"Yang didahulukan adalah bagaimana cara mendekati penderita, keluarga penderita, dan masyarakat. Seringkali ada yang merasa saya ini berniat lain atau mereka hanya sebagai objek," jelasnya.
Pendeta Andrea mengaku, dalam usahanya itu ia seringkali mendapatkan olok-olok dengan cap Pendeta AIDS serta dikucilkan.
"Ya kalau mau berbuat baik dan beragama ya jangan baperan. Kalau baperan itu jadi susah," ujarnya.
Baginya olok-olok hanyalah angin lalu saja. Terpenting menurutnya adalah terus menebar kebaikan. Hasil itupun dipetik oleh Pendeta Andrea, setelah 10 tahun lamanya bergelut di bidang penyadaran bagi ODHA, masyarakat akhirnya memiliki kesadaran sendiri untuk berobat.
"Awalnya saya dan relawan mendatangi desa tersebut untuk tes AIDS, memberikan pemahaman dan pendampingan, bahkan tindakan preventif. Namun tiga tahun belakangan saya terharu, akhirnya mereka datang sendiri ke Puskesmas untuk mendapatkan antiretroviral (ARV)," jelasnya.
Dirinya berpesan, agar masyarakat tetap waspada dengan AIDS, namun tidak buru-buru melayangkan cap negatif pada penderita.
"Mereka itu sama dengan kita, tidak ada bedanya. Mereka manusia kita ya manusia. Jangan buru-buru beri cap negatif. Mereka juga saudara kita," tutupnya.
Advertisement