Pendapatan PT KAI Anjlok Rp 24,2 Miliar/Hari
Pendapatan harian PT Kereta Api Indonesia (KAI) anjlok hingga Rp24,2 miliar per hari selama wabah COVID-19. Tadinya pendapatan BUMN ini sekitar Rp20-25 miliar per hari, sekarang menjadi Rp800 juta per hari.
“Untuk pendapatan dari penumpang itu rata-rata harian Rp20-25 miliar dalam satu hari. Dalam masa COVID-19 ini, pendapatan harian hanya sekitar Rp800 jutaan,” kata Direktur Utama KAI Didiek Hartanto di Jakarta, Jumat.
Dia menambahkan selama Januari 2020 total pendapatan dari penumpang Rp39 miliar dan pada April 2020 sebesar Rp32 miliar.
Merosotnya arus kas yang terjadi pada KAI juga dipengaruhi oleh pembatasan kapasitas penumpang kereta baik jarak jauh maupun Kereta Rel Listrik (KRL).
Penyebabnya, kapasitas kereta api jarak jauh hanya diperbolehkan maksimal 50 persen dan KRL 35 persen dari kapasitas semestinya dalam rangka mengikuti Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2020 tentang tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19 serta Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19.
Didiek juga telah menyiapkan skenario terburuk serta asumsi kinerja apabila COVID-19 bertahan hingga Agustus 2020 dan Desember 2020 mengingat sumber pendapatan dari penumpang tergerus hingga 90-93 persen.
“Terjadi gap terhadap cash biaya turun tidak secara proporsional karena terjadi operational cash flow defisiensi yang terjadi mulai bulan Maret. Kami menyiapkan dana-dana kepada perbankan dalam modal yang cukup. Tapi secara likuiditas masih aman, terjaga dengan baik,” katanya.
Pihaknya juga melakukan efisiensi biaya untuk perawatan kereta yang akhirnya dipangkas atau pembayarannya ditunda.
“Efisiensi biaya kami lakukan pemotongan terhadap biaya-biaya yang bisa dipotong atau ditunda pembayarannya, seperti perawatan kereta kita bicara sama vendor,” katanya.
Namun, lanjut dia, kereta yang ditunda perawatannya adalah untuk kereta-kereta yang tidak beroperasi, sehingga aspek keselamatan masih tetap terjamin.
“Pada saat beroperasi nanti standar perawatan sarana total mengacu pada SOP agar selamat, aman, nyaman, sehat sampai tujuan. Keselamatan faktor yang utama,” katanya.
Kini PT Kereta Api Indonesia telah memangkas biaya modal sebesar Rp3,5 triliun sebagai langkah strategis untuk menambal arus kas yang bocor akibat pandemi COVID-19.
“Kami merencanakan ‘capital expenditure’ (belanja modal) awalnya Rp12 triliun, kemudian ada pengurangan Rp3 triliun-Rp3,5 triliun, sehingga belanja modal hanya Rp9 triliun,” kata Didiek Hartanto.
Untuk itu pihaknya harus mengurangi atau menunda investasi, terutama yang sifatnya bukan proyek strategis nasional (PSN).
“Seperti LRT Jabodetabek yang investasinya Rp6,9 triliun, konstruksinya di Bekasi Timur, Cawang, Dukuh Atas ini sesuai pemerintah, (PSN) tetap dilaksanakan sisanya kami kurangi,” katanya.
Ia menuturkan sisa belanja modal Rp9 triliun difokuskan untuk pengembangan angkutan barang di Sumatera Selatan.
“Itu lah yang akan menjadi mesin pertumbuhan, terbukti masa COVID-19 ini, angkutan barang menjadi faktor pendapatan KAI,” katanya.
Didiek juga telah menyiapkan skenario terburuk serta asumsi kinerja apabila COVID-19 bertahan hingga Agustus 2020 dan Desember 2020 mengingat sumber pendapatan dari penumpang tergerus hingga 90-93 persen.(ant)