Penghasilan Perawat Makam COVID Keputih Surabaya Melebih Gaji PNS
Jam di tangan masih menunjukkan sekitar pukul 07:00 WIB. Tapi di seberang sana, sudah tampak seorang pria berumur sedang membersihkan satu makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Keputih Surabaya. Orang biasa memanggil pria sepuh berusia 62 tahun itu dengan Mbah Joh.
Mbah Joh sehari-sehari memang bekerja sebagai perawat makam. Pekerjaan ini bukan pekerjaan sambilan saja bagi Mbah Joh. Bekerja sebagai perawat makam memang sudah menjadi pekerjaan utama Mbah Joh. Tiap hari dia harus datang ke makam untuk merawat makam yang menjadi tanggung jawabnya. Dia bahkan sudah punya jadwal makam-makam mana saja yang harus dirawatnya hari itu.
Tugas utama Mbah Joh sebagai perawat makam adalah menjaga kebersihan dan kerapian makam. Caranya dengan memangkas rumput yang sudah mulai memanjang, menyirami, menyemprot pembasmi hama agar rumput sehat dan terhindar dari serangga.
Pekerjaan menjaga dan merapikan rumput makam ini menjadi berat saat kemarau tiba,-- seperti sekarang ini. Mbah Joh sampai harus menanggul air untuk menyirami makam-makam yang menjadi tanggung jawabnya. Jika rumput sampai mati atau tak sehat, perawat makam harus mengganti rumputnya.
Sebaliknya, pekerjaan Mbah Joh menjadi lebih ringan saat musim penghujan. Dia tak perlu menyiram rumput-rumput makam setiap hari. Mbah Joh hanya perlu memotong rumput dua kali dalam seminggu untuk satu makam yang menjadi tanggung jawabnya.
Pekerjaan sebagai perawat makam di Keputih ini sebenarnya tergolong baru bagi Mbah Joh. Dia baru bekerja sebagai perawat makam sekitar satu setengah tahun yang lalu. Saat COVID-19 sedang puncak-puncaknya.
Sebelum jadi perawat makam, beragam pekerjaan sudah pernah dilakoni Mbah Joh. Mulai jadi kerja serabutan di luar pulau, jadi tukang becak dan terakhir jadi penjaga parkir. Pekerjaan terakhir ini hanya dia lakoni selama dua bulan. Dia kemudian naik pangkat menjadi perawat makam.
Bekerja sebagai tukang parkir TPU Keputih ini memang bagian dari jenjang karier Mbah Joh. Saat menjadi tukang parkir di TPU Keputih, dalam sehari Mbah Joh bisa mengantongi uang antara Rp200-300 ribu. Tapi dari jumlah itu, tak semuanya masuk ke kantong Mbah Joh. Hasil itu harus dibagi dengan tiga teman lainnya yang memang bertugas bersama.
Namun, meski harus berbagi dengan teman-teman lainnya, jumlah uang itu dianggap sudah lebih baik dibanding pekerjaan sebelumnya. Saat menjadi tukang becak.
"Saat menjadi tukang parkir sudah lumayan banget pendapatannya. Kalau ramai bisa dapat Rp200-300 ribu per harinya. Tapi masih dibagi dengan tiga rekan lainnya,” ujar Mbah Joh.
Dua bulan menjadi tukang parkir di TPU Keputih, Mbah Joh kemudian naik pangkat menjadi perawat makam. Ada semacam kesepakatan tak tertulis dengan warga sekitar TPU Keputih jika sebelum menjadi perawat makam, harus menjadi tukang parkir dulu. Ada paguyuban yang mengelola dan mengatur. Tak sembarang orang bisa mendaftar. Melainkan harus warga sekitar yang boleh mengais rezeki di sekitar TPU Keputih Surabaya.
Disebut menjadi naik pangkat, karena penghasilan perawat makam melebihi gaji pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sebagai gambaran, seorang perawat makam seperti Mbah Joh ini, pasang tarif Rp150 ribu untuk merawat satu makam. Nilai itu sudah menjadi kesepakatan di antara para penjaga makam di TPU Keputih.
“Saya menawarkan ke alih waris untuk merawat makam dengan ongkos Rp150 per bulannya," ujar Mbah Joh.
Padahal, Mbah Joh saat ini mempunyai tanggung jawab untuk merawat 49 makam. Tinggal dikalikan saja berapa pendapatan Mbah Joh dalam sebulan. Pendapatan Mbah Joh sebulan bisa mencapai Rp7 juta lebih.
Soal pembayaran ongkos merawat makam, jangan dibayangkan hanya menunggu belas kasihan dari para ahli waris. Jangan dibayangkan para perawat makam baru akan dibayar kalau ahli waris datang menjenguk makam.
Manajemen pembayaran perawat makam ini tertata. Pembayaran bisa dilakukan secara transfer tiap bulan atau ahli waris yang datang ke makam sebulan sekali. Misalnya ada yang telat membayar, Mbah Joh juga punya alamat dan kontak setiap ahli waris makam yang bisa dihubungi.
"Terkadang memang ada alih waris yang tidak membayar tanggung jawabnya sebesar Rp150 ribu per bulan. Ada yang menunggak hingga setahun. Ada juga yang menawar harga tersebut," kata Mbah Joh.
Makam Keputih Menjadi Berkah
Keberadaan TPU Keputih ini, seolah menjadi berkah warga sekitar. Apalagi saat puncak COVID-19. Makam menjadi penuh.
Karang taruna setempat pun kemudian membentuk paguyuban bernama “Peduli Lingkungan Mesem Surabaya”. Anggotanya ada 125 orang. Usianya mulai dari yang muda sampai tua. Paguyuban ini pula yang menjadi tempat berhimpun para perawat makam. Setiap anggota perawat makam di TPU Keputih saat ini minimal pegang 30 makam. Tapi ada juga yang bisa sampai merawat 150 makam .
”Setiap anggota punya jumlah makam yang harus dirawat berbeda-beda. Ada yang banyak, ada yang sedikit," ujar Mbah Joh.
Kata Mbah Joh, keberadaan TPU Keputih ini harus diakui memberikan dampak positif. Anak-anak muda sekitar Keputih yang kurang berpendidikan, kini mempunyai kesibukan. Kini mereka dianggap lebih baik dari sebelumnya. Dulu hanya nongkrong-nongkrong tak jelas. Kini sibuk mencari uang di sekitar makam.
“Sebelum adanya makam COVID-19 di TPU Keputih Surabaya ini, kampung sekitar makam berisi pemuda-pemuda yang kurang berpendidikan dan korak. Sampai dijuluki dengan kampung begal” kata Bu Mamud pemilik warung di TPU Keputih.
Penulis: M Firli Priyanto (Magang)