Soal RUU Ketahanan Keluarga, Komnas Perempuan Belum Bersikap
Komisi Nasional Perempuan Indonesia belum berani menyatakan sikap atas Rancangan Undang-undang Ketahanan Keluarga. Dian Kartika Sari, Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perempuan Indonesia menyebut masih harus mendiskusikan rancangan undang-undang tersebut kepada pemangku kepentingan lainnya.
"Kami masih akan membahasnya di kongres nanti. Bagaimana sikap organisasi terhadap RUU Ketahanan Keluarga ini," kata Dian saat dimintai komentar.
Namun secara umum dia menyebut, jika Rancangan Undang-undang Ketahanan Keluarga ini, berdasarkan hasil kajian Komisi Nasional Perempuan, dianggap terlalu masuk ke dalam wilayah privasi keluarga, maka sudah seharusnya undang-undang ini ditolak.
"Kalau ada RUU masuk terlalu jauh ke ranah privat, maka kita juga harus mengkoreksinya," ungkapnya.
Ia mengkhawatirkan jika rancangan undang-undang itu terlalu masuk dalam wilayah privasi keluarga akan semakin memperburuk kondisi sosial perempuan Indonesia.
Rancangan undang-undang ini mengundang kontroversi. Pasalnya, rancangan undang-undang ini dianggap terlalu masuk ke dalam wilayah privasi keluarga. Rancangan undang-undang ini antaranya mengatur tentang kewajiban suami dan istri dalam pernikahan hingga wajib lapor bagi keluarga atau individu pelaku LGBT.
Aktivitas seksual sadisme dan masokisme juga dikategorikan sebagai penyimpangan seksual dalam RUU tersebut, sehingga wajib dilaporkan. Kewajiban istri juga diatur dalam rancangan undang-undang ini. Misalnya yang tertuang pasal 25 ayat 3.
Pasal ini menyebut ada tiga kewajiban istri, yaitu mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya serta menjaga keutuhan keluarga. Kemudian, istri wajib memperlakukan suami dan anak secara baik, serta memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.