Pendampingan Korban Pelecehan Seksual Harus Bertahap dan Terarah
Praktisi psikolog klinis dan forensik Surabaya, Riza Wahyuni SPsi, MSi mengatakan, pendampingan psikologis pada korban kekerasan seksual harus dilakukan bertahap dan terarah.
Keadaan mental korban tidak bisa dilihat hanya dari aktivitas keseharian semata. Menurut pengalamannya, stabil atau tidaknya psikologis korban harus dilakukan pemeriksaan secara mendalam.
"Pengalaman saya bahwa stabil atau tidak stabil dalam konteks aktivitas, tapi kan belum tentu dengan perasaannya. Itu yang harus dilakukan pemeriksaan mendalam. Inner dari dalam yang tidak muncul," terangnya kepada Ngopibareng.id.
Begitu pun dengan trauma, trauma pada korban kekerasan seksual terkadang tak tampak. Tapi bisa saja trauma tersebut ia simpan sendiri.
"Nah, mungkin dalam diri korban tidak trauma, tapi bisa saja trauma dialami orang tua. Mereka (orang tua) menjadi ketakutan. Untuk itu pemeriksaan harus dilakukan secara bertahap dan terarah," kata Riza, Jumat, 24 Februari 2023.
Selain itu, praktisi perlindungan perempuan dan anak Jawa Timur ini juga menjelaskan tahapan pendampingan psikologis anak yang harus dilakukan.
1. Assessment Awal
Dalam proses pendampingan psikologis anak korban pelecehan seksual, ada assessment atau pemeriksaan awal yang harus dilakukan. Pemeriksaan ini bisa dilakukan siapa saja, tidak harus psikolog.
"Artinya untuk menentukan apakah dia korban, sejauh mana tindakan pelecehan sudah terjadi dan seterusnya," jelasnya.
2. Pertolongan Pertama Psikologis.
Pertolongan ini dilakukan pada korban-korban yang baru mengalami kekerasan seksual. Bila dilakukan dengan tepat, pertolongan pertama ini bisa sebagai upaya pencegahan agar para korban tak mengalami trauma berkepanjangan.
"Pertolongan pertama ini dilakukan tepat setelah kejadian, bukan beberapa hari atau beberapa minggu setelahnya," terangnya.
3. Pemulihan Psikologis.
Riza menjelaskan, pada tahap ketiga ini ada pemulihan psikologis, yang mana harus dilakukan oleh psikolog. Dalam pemulihan ini ada pemeriksaan psikologis untuk mengetahui sejauh mana trauma yang dialami para korban.
"Untuk pemeriksaan pertama dan kedua bisa dilakukan siapa saja. Tetapi, untuk pemeriksaan psikologis dan pemulihan psikologis harus dilakukan oleh profesional psikolog, di mana mereka berada di bawah Himsi dan anggota Himsi, atau dia anggota ikatan psikologi klinis," papar Dosen Untag ini.
4. Pemeriksaan untuk Kepentingan Hukum.
Pemeriksaan psikologi ada yang ditujukan untuk kepentingan hukum atau sebagai bukti pelaporan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh psikolog yang memiliki kompetensi di bidang forensik.
"Kemudian ada pemeriksaan untuk kepentingan hukum. Artinya, untuk melihat sejauh mana korban mengalami trauma akibat pelecehan seksual yang dialami," ujarnya.
Ditanya mengenai waktu pendampingan korban, Riza menyampaikan bahwa hal tersebut tergantung kondisi korban. Pendampingan bisa lama atau sebentar juga tergantung dari trauma yang dialami.
"Tergantung ringan, sedang atau parah. Kalau ringan ya cepat. Nah, kadang-kadang dalam layanan psikologis bagaimana kita memberikan edukasi pada anak-anak untuk tidak menjadi korban berikutnya. Berapa lama, itu tergantung tingkat keparahan levelnya," tandasnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-P2KB), Kota Surabaya, Nanik Sukristina mengatakan, korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh oknum guru MI di Surabaya tersebut dalam keadaan stabil.
Menurut Nanik, kondisi psikologi siswa yang diduga menjadi korban pelecehan dalam kondisi stabil. Bahkan, siswa itu bisa bercerita dan tidak menarik diri dari lingkungan serta tetap bersekolah.