Pengacara Abubakar Ba'asyir Nilai Ajaib Kalau Kliennya Dibebaskan
Pengacara Abubakar Ba'asyir, Achmad Michdan, menilai suatu keajaiban kalau kliennya itu dibebaskan, dan ikut gembira.
Menurut Michdan, Ba'asyir divonis penjara selama 15 tahun pada Juni 2011 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Saat itu, dia dinyatakan terbukti merencanakan dan menggalang dana untuk pembiayaan pelatihan militer kelompok teroris yang mengadakan latihan bersenjata di Provinsi Aceh.
Selaku pengacara Ba'asyir, belum tahu secara resmi opsi pembebasan kliennya tersebut. Karena selama ini, Ba'syir maupun keluarganya tidak pernah mengajukan grasi kepada presiden maupun menandatangani pembebasan bersyarat.
Kalau menurut hitung-hitungan, Ba'asyir belum dapat bebas karena masa penahanannya belum tuntas. Hitungan kasar dari tahun vonisnya, Ba'asyir baru bebas pada 2026, yang tentunya bisa lebih cepat bila mendapatkan remisi atau pengurangan masa hukuman.
Hanya saja, untuk pilihan bebas bersyarat, Ba'asyir belum memenuhi syarat-syaratnya. Hanya saja, berdasarkan aturan, syarat dua pertiga masa pidana sudah terlewati.
"Jika melalui mekanisme pembebasan bersyarat, menurut perhitungan dua pertiga masa pidananya pada 13 Desember 2018. Namun Ba'asyir belum menandatangani surat pernyataan sebagai salah satu syarat bebas bersyarat.
"Jika surat pernyataan dan jaminan tersebut dipenuhi, kemungkinan besar pembebasan bersyarat dapat diberikan kepada Ustad (Ba'asyir)," kata Michdan, kepada ngopibareng.id Sabtu 19 Januari 2019.
Pilihan terakhir adalah grasi dari presiden, namun Michdan menyebut grasi harus diajukan terpidana, keluarga, atau kuasanya kepada presiden. Baru setelahnya presiden berkonsultasi dengan Mahkamah Agung (MA) dan instansi terkait sebelum mengeluarkan grasi tersebut. Sehingga Michdan menganggap sebuah keajaiban kalau Ba'asyir benar-benar dikeluarkan dari penjara.
Beberapa pengamat politik maupun praktisi hukum dapat memahami keputusan Presiden membebaskan Abubakar Ba'asyir dari sisa hukuman atas pertimbangan kemanusiaan.
Selain usianya yang sudah mencapai 80 tahun, Ba'asyir keluar masuk penjara terkait kasus terorisme itu juga sakit-sakitan, harus sering kontrol di RSCM.
"Semua orang sependapat dan memahami alasan Presiden Jokowi membebaskan Ba'asyir," kata peneliti senior dan pengamat politik senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro.
Tapi alasan apapun yang jadi landasan Presiden Jokowi membebaskan Ba'asyir, tidak bisa lepas dari anggapan bahwa kebijakannya itu untuk merebut simpati menjelang pemilihan presiden, yang tidak bisa dilakukan lawan tandingnya di pemilihan presiden April 2019 mendatang.
Risiko ini memang harus diterima oleh Jokowi. Karena pembebasan Ba'asyir waktunya bersamaan dengan masa kampanye calon presiden dan wakil presiden.
Pengamat politik LIPI itu memperlihatkan bebagai komentar di media sosial tentang Abubakar Ba'asyir yang selama ini dicap sebagai biang terorisme di tanah air. Sebab, menjelang Pilpres tiba-tiba mendapat perlakuan istimewa. Tentu hal ini menimbulkan tanya tanya besar di benak netizen dan masyarakat.
Seperti diketahui, Abubakar Ba'asyir namanya dikait-kaitkan dengan kasus terorisme sejak dari bom Bali sampai rentetan kasus terotisme berikutnya, yang akhirnya ia ditangkap lagi saat dalam perjalan pulang dari pengajian di Jawa Barat. Dalam sidang akhir di PN Jakarta Selatan Ba'asyir diganjar hukuman 15 tahun penjara.
Menurut Peneliti LIPI lainnya, Himawan Sulistio yang akrab dipanggil Kiki, Presiden mempunyai hak prerogatif, salah satunya memberikan grasi. Dilihat dari hukum tata negara, tidak ada yang salah dengan kebijakan presiden membebaskan Ba'asyir.
"Menjadi gaduh karena kebijakan presiden ini dibawa ke ranah politik, karena waktunya menjelang pemilihan presiden, ini risiko bagi presiden yang mencalonkan kembali," kata Kiki.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menjelaskan keputusan membebaskan Ba'asyir karena faktor kemanusiaan. Ba'asyir diketahui beberapa kali menjalani medical check-up di RSCM, Jakarta.
"Yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya, Beliau kan sudah sepuh. Ya pertimbangannya kemanusiaan, dan sudah direncanakan sejak lama kata," Jokowi kepada wartawan di Garut Jumat. (asm)