Penasihat Hukum Setya Novanto Minta Hakim Batalkan Tuntutan KPK
Tim penasihat hukum terdakwa Setya Novanto meminta kepada majelis hakim agar membatalkan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, dalam dakwan JPU dianggap tidak cermat sehingga harus dibatalkan.
Ketidakcermatan tersebut misalnya soal perbedaan jumlah uang, tempat dan waktu kejadian perkara, yang tercantum dalam surat dakwaan Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus, dengan dakwaan Setya Novanto. Selain itu, pengacara Novanto juga mempersoalkan hilangnya sejumlah nama yang sempat disebut menerima uang korupsi KTP Elektronik, dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto.
"Tapi, dalam dakwaan Setya Novanto, beberapa nama di antaranya Anas Urbaningrum, Olly Dondokambey, Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Marzuki Alie, Agun Gunandjar Sudarsa, dan Yasonna Laoly tidak tercantum," kata Maqdir Ismail, salah satu penasihat hukum Setya Novanto saat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 20 Desember 2017.
Maqdir Ismail mengatakan, surat dakwaan Setya Novanto dianggap cacat yuridis karena dibuat berdasarkan berkas perkara hasil penyidikan yang tidak sah, dan disusun secara tidak cermat.
Menanggapi hal tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan dakwaan Setya Novanto memang berbeda dengan dakwaan Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam perkara tindak pidana korupsi KTP-elektronik (KTP-e).
"Dakwaan yang digunakan untuk terdakwa Setya Novanto tentu lah dakwaan Setya Novanto karena itu lah yg akan dibuktikan nantinya. Perbuatan Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus berbeda dengan perbuatan Setya Novanto," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Namun, kata dia, secara umum konstruksi dakwaan tetap sama dengan kerugian negara Rp2,3 triliun dari tindak pidana korupsi KTP-e itu. Febri pun menyatakan bahwa beberapa pihak yang diduga diperkaya dari proyek KTP-e itu di mana disebut oleh pihak Novanto sebagai nama yang hilang tetap masih ada. (amr)