Penangkapan Terduga Teroris
Operasi penangkapan terhadd 3 orang (FO, AZA, AA*) yang dianggap bagian jaringan JI (Al Jamaah Al Islamiah) oleh Densus 88 merupakan rangkaian dari penangkapan sejumlah pimpinan orang bawah tanah tersebut terutama dalam setahun terakhir. Dengan kata lain penangkapan tersebut merupakan pengembangan terhadap info yang digali selama interogasi terhadap tokoh tokoh JI sebelumnya.
Setiap terjadi penangkapan teroris, sebagian masyarakat seolah kaget sebab mereka yang ditangkap tampak seperti anggauta masyarakat biasa. Padahal mereka sesungguhnya anggauta jaringan rahasia yang sedang melaksanakan misi secara setengah terbuka yang biasa mereka sebut tahap “tafaul ma’al ummah” misalnya kegiatan pengumpulan dana, bantuan hukum, pendidikan agama terselubung dll.
Kegiatan terselubung tersebut guna mengelabuhi pihak keamanan dan masyarakat. Secara diam diam, JI sejak 2014 mengirimkan kader-kadernya untuk berlatih militer di luar negeri. Bukan hanya belajar kemiliteran, tetapi juga tentang pengetahuan lain yang diperlukan seperti komputer, kimia, propaganda dll.
Pengiriman Kader Rahasia
Pengiriman ke Suriah misalnya berlangsung sampai akhir 2017 dengan kode sandi tertentu. Sedang pengiriman dana dilakukan secara rahasia melalui kerjasama dengan lembaga kemanusiaan internasional sebagai pengelabuhan. Pengiriman kader-kader mereka dilakukan dalam beberapa gelombang dan sejak 2018 pengirimannya beralih dari Syria kenegara lain.
Kader-kader muda yang dikirim adalah lulusan setingkat sekolah lanjutan di lembaga pendidikan yang dikelola di lingkungan jaringan pendidikan JI sendiri. Tentu saja sebelum dikirim ke luar negeri terlebih dahulu dipersiapkan secara fisik dan mental di tanah air melalui pelatihan khusus. Dalam hal ini ketiganya diduga terlibat dalam hal pendanaan.
Karena sifatnya yang serba rahasia, maka tidak mengherankan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak menyadari adanya infiltrasi kelompok yang bergerak secara rahasia tersebut. Oleh karena itu organisasi para ulama tersebut perlu “mawas dari” agar hal itu tidak terulang lagi, karena hal ini menyangkut kredibilitas suatu organisasi.
Belum tentu ketiga orang yang ditangkap tersebut secara formal menjadi anggauta kelompok dimaksud. Tetapi jika dilakukan penelitian dimana mereka belajar dan kepada tokoh mana mereka menimba ilmu serta kegiatah sehari hari mereka, maka kedok mereka akan terbuka. Misalnya, salah satu yang ditangkap Densus 88 pernah belajar di Mesir kepada seorang Syekh radikal yang sangat anti- terhadap Syekh Ali Jum’ah, seorang pimimpin Universitas Al-Azhar Mesir, yang terkenal sangat moderat. Ini sekadar contoh.
Saya percaya, penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 didasarkan pada informasi objektif dan kajian mendalam. Seperti yang saya baca di media, Polri mendasarkan penangkapan tersebut sesuai hukum, bahkan termasuk merujuk pada keputusan PBB yang menyatakan JI sebagai organisasi teroris. Proses peradilan pada akhirnya yang akan memutuskan sejauhmana kesalahan ketiganya.
DR. KH. As'ad Said Ali
Mantan Waka BIN (Badan Intelijen Negara), tinggal di Jakarta.
...sebagian masyarakat seolah kaget sebab mereka yang ditangkap tampak seperti anggauta masyarakat biasa. Padahal mereka sesungguhnya anggauta jaringan rahasia yang sedang melaksanakan misi secara setengah terbuka yang biasa mereka sebut tahap “tafaul ma’al ummah” misalnya kegiatan pengumpulan dana, bantuan hukum, pendidikan agama terselubung.
*) Farid Okbah, Ahmad Zain An-Najah, dan Anung Al-Hamat