Penahanan 12 Anggota DPRD Kota Malang Diperpanjang KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan 12 anggota DPRD Kota Malang, Jatim yang telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi suap terkait pembahasan APBD-P Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015.
Kedua belas anggota DPRD Kota Malang itu yaitu Wiwik Hendri Astuti (Fraksi Partai Demokrat) yang juga Wakil Ketua DPRD Malang, Suprapto (PDIP), Salamet (Gerindra), Mohan Katelu (PAN), Sahrawi (PKB), dan HM Zainuddin (PKB).
Selanjutnya, Rahayu Sugiarti (Golkar), Hery Subianto (Demokrat), Sukarno (Golkar), Abdul Rachman (PKB), Ya`qud Ananda Gudban (Hanura), dan Heri Pudji Utami dari Fraksi PPP.
"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan terhadap 12 anggota DPRD Malang selama 30 hari ke depan sampai 21 Juli 2018," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat22 Juni 2018 siang.
"Perpanjangan penahanan diperlukan untuk proses penyidikan yang masih berjalan," ungkap Febri.
Selain itu, KPK juga telah menetapkan tujuh tersangka lainnya dalam kasus itu antara lain Wali Kota Malang Moch Anton serta enam anggota DPRD Kota Malang lainnya yakni Abdul Hakim dari Fraksi PDIP, Sulik Lestyowati dari Fraksi Partai Demokrat, Tri Yudiani dari Fraksi PDIP, Imam Fauzi dari Fraksi PKB, Syaiful Rusdi dari Fraksi PAN, dan Bambang Sumarto dari Fraksi Partai Golkar
Sebelumnya, pada Agustus 2017 lalu, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus itu, yakni mantan ketua DPRD Kota Malang M Arief Wicaksono dan mantan kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyono.
KPK pun mengumumkan Moch Anton bersama 18 anggota DPRD Kota Malang 2014-2019 lainnya sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap tersebut pada 21 Maret 2018 lalu.
Setelah melakukan proses pengumpulan informasi, data, mencermati fakta persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk membuka penyidikan baru dengan 19 tersangka.
Moch Anton selaku Wali Kota Malang diduga memberi hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Atau untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya kepada Ketua DPRD dan anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 terkait dengan pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.
Moh Anton disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan terhadap 18 anggota DPRD Kota Malang 2014-2019 disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik KPK mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, dan barang elektronik bahwa 18 tersangka unsur pimpinan dan anggota DPRD Kota Malang 2014-2019 menerima "fee" dari Moch Anton bersama-sama tersangka Jarot Edy Sulistyono untuk memuluskan pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.
Diduga, unsur pimpinan dan anggota DPRD menerima pembagian "fee" dari total "fee" yang diterima oleh tersangka M Arief Wicaksono sebesar Rp700 juta dari tersangka Jarot Edy Sulistyono.
Diduga Rp600 juta dari yang diterima M Arief Wicaksono tersebut kemudian didistribusikan pada sejumlah anggota DPRD Kota Malang. (an/rr)