Pemprov Jatim Diminta Tegas Tangani Reklamasi Paciran Lamongan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur diminta tegas dalam menyikapi konflik pemanfaatan ruang laut (Reklamasi) di wilayah Paciran, Lamongan. Ketua Umum Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Kelautan dan Perikanan Oki Lukito mengatakan, sikap tegas sudah semestinya dilakukan karena berdasarkan Undang Undang nomor 23 Tahun 2014 pemprov mempunyai wewenang mengatur pengelolaan ruang laut yang cakupannya sampai 12 mil.
“Penerbitan izin dan pemanfaatan ruang laut di bawah 12 mil itu di luar minyak dan gas bumi, itu masih menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Sebelum ada undang-undang tersebut kewenangan Pemprov hanya 4-12 mil. Sedangkan 0-4 milik milik pemerintah kabupaten/kota,” kata Oki melalui keterangan tertulisnya yang diterima ngopibareng.id, Minggu, 4 Oktober 2018.
Berdasarkan ketentuan perundang undangan yang berlaku itu, Oki pun meminta Pemprov Jatim untuk tegas membatalkan ijin pemanfaatan ruang di Paciran, Lamongan yang akan dijadikan Terminal Khusus sebuah perusaahaan galangan kapal sesuai SK Menhub No. Kp 645 tahun 2017 tertanggal 12 Juli 2017 berupa penetapan lokasi seluas 843.000 meter persegi.
Menurutnya, pembangunan Terminal Khusus itu tidak pernah diusulkan dalam public hearing enam kali) dan tidak pernah muncul dalam Forum Group Discussion (tiga kali) sejak pembahasan dan penyusunan draft Perda RZWP3K tahun 2014.
Sebelumnya Pemprov Jatim telah mengeluarkan Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) seluas 19.900 meter persegi untuk kegiatan tersebut pada tanggal 12 Mei 2016. Keputusan Menteri Perhubungan itu sangat disesalkan karena tidak sinkron dengan keputusan Gubernur Jawa Timur sebelumnya yang mengacu pada perundang undangan yang berlaku khususnya Perda nomor 1 tahun 2018.
“Terbitnya ketetapan dari Kementerian Perhubungan tersebut akan berdampak pada ekonomi dan sosial masyarakat pesisir pantura Jawa Timur serta pemangku kepentingan lainnya,” kata dia.
Oki mencatat setidakanya ada tiga dampak negatif jika pemanfaatan ruang laut ini tetap dilanjutkan. Pertama, kata dia, ekosistim pesisir dan laut di wilayah Paciran, Lamongan terancam akan rusak, dan berdampak pada menurunya hasil tangkapan dan mengurangi penghasilan nelayan Lamongan, Gresik dan Tuban yang selama ini menjadikan wilayah perairan tersebut sebagai fishing gound. Sebagaimana diketahui, wilayah Paciran termasuk di dalam zona konservasi dan merupakan perlintasan ikan pelagis.
“Kedua, kegiatan di lokasi yang ditetapkan sebagai terminal khusus tersebut adalah daerah ranjau milik TNI-AL yang berbahaya dan terlarang bagi kegiatan apapun sebagaimana tercantum dalam dokumen Perda RZWP3 tahun 2018-2038,” kata dia.
Ketiga, pengguna alur pelayaran diantaranya kapal penyeberangan, armada pelayaran rakyat di wilayah itu akan terganggu aktivitasnya, mengingat di wilayah tersebut merupakan areal Pelabuhan Penyeberangan Paciran, Lamongan yang dikelola oleh Pemprov Jatim dan ASDP yang melayani trayek ke berbagai daerah, antara lain ke Pulau Bawean dan pulau pulau kecil lainnya.
Maka, Pihaknya pun meminta, Pemprov Jatim dan Kementerian Perhubungan untuk menetapkan lokasi lain yang sekiranya tidak mengganggu perekonomian masyarakat pesisir. Sebab, menurutnya masih banyak lokasi lain yang memungkinkan untuk pelaksanaan pemanfaatan ruang laut, diantaranya di Banyuwangi, Probolinggo dan lokasi lainnya di Bangkalan. (frd)