Pempek Tjek Entis dari Giras Melejit jadi Papan Atas
Bisnis makanan dimana-mana selalu menjanjikan. Karena itu kisah sukses para pebisnis makanan tak sedikit yang mewarnai kehidupan. Juga menginspirasi banyak orang. Apalagi jika kisahnya dimulai dari jualan di jalanan lalu menjadi restoran. Atau yang dari pinggir teras (Giras) berubah menjadi panganan papan atas. Keren kan...
Uenak. Cocok di lidah. Harga pas alias terjangkau. Tempat yang memungkinkan atau nyaman. Lalu doa dan hoki/keberuntungan. Inilah rumus para pebisnis makanan. Antara satu dengan yang lainnya saling bertautan. Mengurangi? Jangan! Menambah rumus? Itulah yang jadi keharusan.
Tjek Entis namanya. Dia punya nama asli Trisiana Permata Sari. Mulanya adalah pedagang kasur Palembang. Kasurnya bagus, unik, dan praktis. Cukup cocok untuk alas menoton televisi, duduk-duduk bareng keluarga, atau tiduran santai. Gampang disimpan karena bisa dilipat ramping dan tidak memakan tempat. Namun sayang, bisnis yang ditekuni bersama Ahmad Suparta, suaminya, ini sulit berkembang selain masalah bahan baku yang sulit didapatkan.
Pasutri berdarah campuran antara Pekalongan dan Palembang ini rupanya lebih memilih banting stir usaha. Bisnis kasur Palembang di Surabaya akhirnya ditinggalkan. Pilihan bisnis banting stir-nya adalah berjualan panganan.
Dalam benaknya Tjek Entis memikir, panganan apa saja di kota besar seperti Surabaya ini pasti laku. Asal, mau bermain di rasa dan harga. Akhirnya, panganan khas Pempek Palembang adalah pilihannya yang paling mantap.
Maka mulailah lakon baru itu. Tahun 2003 lalu Tjek Entis menyewa secuil tempat di teras Swalayan Yakaya. Sebuah swalayan di kompleks perumahan Yakaya, Rungkut, Surabaya. Pagi memasak ikan dan adonan, siangnya jadi Pempek, lalu dijual sendiri di pinggir teras (Giras) Swalayan Yakaya. Sebuah rutinitas yang sama sekali baru dan berbeda jauh dengan aktivitas berdagang kasur.
Setahun kemudian, Pempek Tjek Entis di Giras Yakaya tak mengalami perubahan. Masak bahan baku tetap 4 kilogram, karena memang tak ada pelanggan. “Mungkin Pempek Palembang kurang dikenal atau kurang familiar di Surabaya.
Sebenarnya, kalau menurut perhitungan, harusnya panganan Pempek ramai pengunjung. Sebab warung Pempek di Surabaya juga tidak begitu banyak,” kata Tjek Entis saat dikunjungi di pabrik Pempek miliknya di Medayu Utara 8A/17, Kelurahan Medoan Ayu Kecamatan Rungkut, Surabaya.
Kendati demikian, Tjek Entis mengaku pantang menyerah. Ia kemudian menggunakan jurus-jurus baru untuk mencuri perhatian pelanggan. Pertama-tama adalah makin memperhatikan serius soal cita rasa, menambah atau mengurangi, dan seterusnya. Kedua, adalah membuat inovasi baru dengan membuat Pempek model baru. Yaitu memperkenalkan Pempek Keju dan Pempek Coklat, bersanding dengan Pempek lain yang sudah terkenal seperti model kapal selam, lenjer, ada’an, dll. Ketiga, adalah membuka cabang di tempat ramai meskipun tetap di pingggir teras alias Giras.
Warna baru ini rupanya membawa angin segar. Gerai baru giras Tjek Entis di dekat Swalayan Bilka di kawasan Ngagel, Surabaya, akhirnya mampu mencuri perhatian. Satu persatu pelanggan mulai datang. Satu persatu pelanggan mulai membawa pulang bungkusan Pempek untuk oleh-oleh yang di rumah. Satu persatu pula, pelanggan mulai tak mau pulang sebelum menyantap kapal selam. Dan di tahun 2004, Pempek Tjek Entis mulai jadi perbincangan hangat para pecinta kuliner di Surabaya.
Bagi pecinta kuliner, Ulie, 23 tahun, misalnya, warung Pempek yang satu ini beda dengan yang lain. Menurut karyawati cantik di sebuah bank swasta terkemuka di Surabaya ini, Pempek Tjek Entis tidak bau amis dan cita rasa-nya tidak nek. Tidak terlalu kenyang di perut, dan tidak terasa kurang di mulut. “Sedap-lah, sayangnya kalau di dekat Bilka sini bukanya mulai sore, jadi hanya pas pulang kerja saja biasa mampir rame-rame. Di sini jenis Pempeknya komplit, minta apa saja ada asal datangnya tidak kemalaman,” terang Ulie, sembari membayar pesanan dan bungkusan Pempek untuk dibawa pulang.
Umumnya, warung Pempek di Surabaya hanya menjual beberapa item saja. Biasanya hanya yang sudah terkenal, seperti kapal selam, lenjer, ada’an, dan kadang-kadang tekwan. Namun Tjek Entis mencobanya dengan kekuatan lengkap atau semua jenis Pempek Palembang ada di menu gerainya. Termasuk, beberapa item Pempek baru hasil kreasinya. Menu yang selalu siap antara lain; kapal selam dan kapal selam jumpo, lenjer dan lenjer jumbo, lenggang, adaan, tekwan, pempek kulit, lenjer sosis, lenjer keju. Untuk yang Pempek coklat akhirnya tidak diproduksi lantaran sepi peminat
Omzet Pempek Tjek Entis perlahan-lahan mulai naik. Perlahan-lahan pula mulai kuwalahan melayani pelanggan. Buat Tjek Entis, inilah saatnya membuka cabang dan mengembangkan usaha. Gayung pun bersambut, di antara para pelanggan setianya, ternyata tak sedikit yang ingin ikut mengembangkan bisnisnya. Yaitu dengan cara membeli franchise Tjek Entis jika ia memang sudah berniat memfranchisekan Pempek produksinya.
Setelah ditimbang masak-masak ia memikir perlunya membuka cabang, tetapi mungkin strateginya bukan franchise. Tjek Entis merasa kurang sreg dengan strategi ini, karena itu ia lebih suka menggunakan pola kemitraan. Dengan bermitra – utamanya adalah para pelanggannya – Tjek Entis tak semata-mata hanya berbisnis tetapi juga mendapat kawan untuk sharing, dan mengembangkan usaha.
Tahun 2006 konsep kemitraan itu pun diwujudkan. Mitra pertama dengan brand “Pempek Palembang Tjek Entis” malah bukan pelanggan di Surabaya. Melainkan di Solo, Jawa Tengah. Berturut-turut kemudian berdiri berdiri outlet-outlet mitra di Malang, Sidoarjo, Mojekerto, Gresik, Jember, Purwokerto, Tasik, Pekalongan, Semarang, dan paling jauh adalah Ambon. Total jumlah outlet sekarang mencapai 31 outlet, dan di Surabaya paling banyak jumlah outletnya, yaitu 9 outlet.
Kapasitas produksi tak pelak melonjak tajam. Kalau awal-awal hanya mampu berproduski 4 kilogram bahan baku, kini Tjek Entis minimal harus berproduksi 720 biji pempek tiap harinya untuk menyuplai 31 outlet yang ada. Tangan sendiri jelas tak mungkin mampu, untuk itu ia merekrut karyawan tak kurang dari 15 orang. Dengan kapasitas produksi seperti sekarang, omzet per bulan rata-rata mencapai 150 juta rupiah. Jelas, bukan omzet yang main-main.
Seiring membesarnya kapasitas produksi, Tjek Entis menyadari perlunya membuat pabrik. Juga tempat penyimpanan stok bahan baku, terutama bahan baku utama seperti ikan Tengiri. Saat cuaca tidak bagus, ikan Tengiri tak mudah didapatkan para nelayan. Tak jarang, ikan Tengiri juga menghilang dari pasaran. Tapi untunglah, ia sudah memiliki pemasok tetap ikan Tengiri dari Paciran-Lamongan.
Di tengah gencarnya membuat mitra usaha di berbagai daerah, membuat pabrik tentu harus berpikir dua kali. Apalagi modal yang tersedot pasti juga tidak sedikit. Namun gagasan membuat pabrik cukup mendesak, karena rumahnya yang merangkap tempat produksi sudah menjerit-jerit tak mampu menampung beban. “Ibaratnya, kalau mau tidur kita barus berbagi tempat dengan tumpukan tepung dan ikan dimana-mana,” katanya tertawa. (widikamidi/bersambung)