Pemkot Surabaya Memang Kurang Tanggap Hadapi Covid
Pemkot Surabaya dinilai memang kurang tanggap terhadap pandemi Covid-19. Respon yang dilakukan ada tapi kurang tepat sasaran.
Anggota DPRD KotaSurabaya Mochamad Mahmud memberi contoh, saat ada covid merebak di Kota Surabaya, yang dilakukan Pemkot justru mendata Masyarakat Berkebutuhan Rendah (MBR) untuk dimasukan ke aplikasi.
"Yang dilakukan bukan memotong penyebaran atau melakukan penanganan terhadap mereka yang terindikasi tertular, tapi yang diurusi dengan serius adalah penanganan MBR. RT dan RW diminta masukan data MBR di wilayahnya. Katanya untuk diberi sembako, tapi banyak wilayah yang tidak menerimanya," kata Mahmud kepada Ngopibareng.Id, Selasa sore.
Sembako memang diberikan kepada sebagian warga, tetapi kata Mahmud, sembako itu berasal dari para pengusaha yang baik hati jujur. "Mereka menyerahkan ke Pemkot dengan harapan bisa dibagikan kepada warga yang membutuhkan. Jadi kalau ada pembagian sembako, sebenarnya bantuan itu berasal dari warga yang mampu. Bukan dari Pemkot sendiri," tambahnya.
Bahkan, lanjutnya, untuk APD yang dipakai pegawai Puskesmas ijuga bantuan dari pengusaha. "Pegawai Puskesmas adalah garda terdepan dalam perang menghadapi covid. Mereka wajib melakukan tracking ke mana-mana. Tapi hampir semua APD yang mereka pakai itu berasal dari bantuan pengusaha. Ironis," kata Mahmud.
"Padahal di Pemkot ada anggaran yang besarnya Rp 160 miliar, seperti yang sudah dijanjikan wali kota. Tapi sampai sekarang anggaran itu tidak pernah dipakai untuk membantu masyarakat. Bantuan untuk masyarakat hanya mengandalkan bantuan dari para pengusaha saja," tambahnya.
Adanya anggaran sebesar Rp 160 miliar yang belum dipakai itu oleh Pemkot Surabaya itu juga dibenarkan anggota DPRD lainnya, Camelia Habiba, dari Fraksi PKB. "Saya juga heran. Sebenarnya ada anggaran Rp 160 miliar yang siap digunakan untuk membantu warga kota. Tetapi hingga sekarang tidak dipakai. Saya berharap agar dana itu segera dibagikan kepada warga kota," kata Habiba.
Selain masalah dana Rp 160 miliar itu, Mochamad Mahmud dari Fraksi Partai Demokrat juga menyoroti kurang tanggapnya Pemkot Surabaya. Misalnya saat melihat Jatim masuk zona merah, Polda Jatim bersama Pemprov turun tangan dengan membentuk kampung tangguh.
"Eh, tak lama berselang Pemkot Surabaya juga membentuk Kampung Tangguh. Bahkan kemudian saya nilai Polda jadi kalah satu langkah, karena Pemkot sekaligus memasukan data-data Ketua RW ke dalam aplikasi. Jadi sekitar 1400 RW se Surabaya sekarang ini sudah masuk aplikasi. Pertanyaannya, terus mau diapakan data-data itu? Kesan saya kok updating data ke aplikasi lebih penting dibanding penanganan covidnya. Sementara korban covid terus saja berjatuhan," kata Mahmud, yang mantan Pemimpin Redaksi Harian Memorandum ini.
Beberapa waktu lalu beredar dan menjadi viral video Wali Kota Surabaya membonceng motor masuk ke kampung sambil berteriak melalui megaphone memberi pengarahan kepada warga kampung. Menurut Mahmud, ini tindakan yang berlebihan.
"Apakah cara seperti itu efektif untuk memotong perluasan covid? Kenapa tidak didelegasikan saja kepada aparat kelurahan misalnya, atau kecamatan, yang lebih faham kondisi di wilayahnya. Dan, kenapa baru dilakukan sekarang, tidak sejak awal. Karena itu tindakan wali kota itu ditanggapi dengan guyonan mirip penjual es cream yang ke luar masuk kampung," kata Mochamad Mahmud. (nis)