Ini Cara Pemkot Surabaya Mendata Covid-19 dengan Akurat
Pemerintah Kota Surabaya memaksimalkan pengelolaan dan pemrosesan data pasien terkonfirmasi Covid-19. Salah satunya dengan menggunakan aplikasi khusus sehingga bisa lebih efektif dan efisien dalam bekerja dan bergerak menangani pasien Covid-19 di Kota Pahlawan.
Koordinator Protokol Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M. Fikser menjelaskan, data awal yang berasal dari puskesmas, rumah sakit dan lab-lab di Surabaya yang menjadi tempat pemeriksaan atau tes, dilaporkan ke Pemkot, kemudian dimasukkan dalam aplikasi allrecord yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan.
Selanjutnya, data dari aplikasi allrecord di pusat itu, dipilah berdasarkan provinsi dan dilempar ke berbagai provinsi di Indonesia. Kemudian, dari provinsi dilakukan pemilihan lagi per kabupaten/kota dan diserahkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota hingga data itu diterima oleh Diskominfo Surabaya.
“Jadi, data kiriman dari provinsi yang masih mentahan itu kami masukkan ke dalam aplikasi https://lawancovid-19.surabaya.go.id/ yang di dalamnya terdapat tiga aplikasi, yaitu aplikasi data kependudukan, aplikasi data kesehatan atau data pasien yang juga memuat rekam medisnya, dan aplikasi pengolahan pasien Covid-19," jelas Fikser.
"Tiga aplikasi ini bekerja secara paralel, sehingga bisa cepat diketahui datanya, baik yang warga Surabaya, luar Surabaya, dan data-data lainnya,” tambahnya.
Fikser menjelaskan, data kiriman dari provinsi itu dilakukan normalisasi data yang meliputi penyesuaian format tanggal, penulisan umur, penulisan NIK, dan penulisan alamat domisili serta alamat KTP. Sebab, data mentahan dari provinsi itu kadang tanggalnya berupa angka dan kadang berupa tulisan. Bahkan, kadang NIK-nya tidak cocok atau kadang asal menyebutkan alamatnya.
“Setelah dilakukan normalisasi data, lalu dilakukan pengecekan data di aplikasi. Dalam proses ini, kita mencari apakah NIK tersebut sudah terdaftar di Disdukcapil Kota Surabaya atau tidak. Apabila di data awal tidak ada NIK, maka dapat dilakukan alternatif pencarian dengan menggunakan nama atau alamatnya,” katanya.
Terkadang menurut Fikser, ada kasus yang NIK-nya ada tapi setelah dilakukan pengecekan di aplikasi tidak ditemukan, sehingga kasus semacam ini dimasukkan dalam kategori tidak ditemukan. Selain itu, ada pula yang NIK-nya tidak ada dan hanya ada nama dan alamatnya, tapi setelah dilakukan pengecekan di aplikasi, tidak diketahui nama dan alamat yang dimaksud, sehingga itu dimasukkan dalam kategori tidak diketahui.
“Melalui aplikasi ini, bisa diketahui pula apakah yang bersangkutan berasal dari luar Surabaya atau warga Surabaya,” ujarnya.
Menurutnya, melalui aplikasi ini juga bisa melakukan pengecekan status pasien dengan kode PX. Apabila pasien itu memiliki kode PX, maka pasien tersebut sudah pernah tercatat sebelumnya dan sudah pernah dideclare terjangkit Covid-19. Termasuk pula bisa dicek status perawatan pasien, apakah sudah sembuh atau bahkan sudah meninggal.
“Aplikasi ini juga bisa mengecek duplikasi pasien dengan menggunakan nama atau alamatnya. Selanjutnya dilakukan pencocokan dengan pencarian duplikat. Bisa pula dilakukan pengecekan swab, sehingga bisa diketahui secara otomatis tanggal dan hasil swab pasien tersebut. Jadi semuanya detail, sehingga kalau pasien tersebut disebut dua kali, maka kita akan gampang mengetahuinya,” katanya.
Data yang sudah diolah menggunakan aplikasi itu kemudian dikelompokkan ke beberapa kriteria. mulai dari data NIK ditemukan, pasien dengan alamat domisili, RS tempat perawatan, dan laboratorium di wilayah Surabaya, pasien yang belum pernah dideclare (tidak memiliki Kode PX), bukan pasien yang sudah sembuh ataupun meninggal, data pasien tidak pernah muncul sebelumnya atau tidak duplikat, dan pasien dengan tanggal swab terakhir tidak melebihi 10 hari.
“Proses selanjutnya, berkoordinasi dengan Dinkes untuk mendapatkan kode pasien, hingga akhirnya ditentukan data pasien terkonfirmasi positif. Kemudian, data fix ini dilaporkan kepada Bu Walikota, sehingga beliau langsung memberikan perintah kepada camat dan lurah untuk melakukan langkah-langkah pencegahan di lapangan," ungkapnya.
"Upaya pencegahan itu bisa berupa mini lockdown atau blocking area, rapid test atau tes swab di area pasien positif, permakanan, atau bahkan isolasi. Jadi, data itu tidak diam, sehingga data ini sangat penting bagi kami,” lanjut Fikser.
Ia mencontohkan seperti data yang didapatkannya pada 1 Oktober 2020 lalu. Awalnya, pemkot mendapatkan data awal sebanyak 224 pasien. Dari data tersebut, sebanyak 58 pasien yang tidak dikembalikan dan sisanya 166 data pasien yang dikembalikan. 166 pasien yang dikembalikan itu terdiri dari 7 data ganda, 32 pernah declare, 31 luar Surabaya, 2 tidak diketahui, 23 tidak ditemukan, 1 meninggal, 6 sembuh, dan 64 data yang butuh verifikasi lebih lanjut.
“Tapi 224 pasien yang diterima itu langsung dilakukan tracing semuanya, tidak ada yang dibiarkan. Sebab, tim tracing di pemkot mulai dari puskesmas, kecamatan dan kelurahan, serta Satgas Bakesbangpol yang sudah dilatih kemampuan tracing,” katanya.
Oleh karena itu, melalui aplikasi ini, kinerja Pemkot Surabaya dalam menangani pandemi Covid-19 ini lebih mudah dan akurasi datanya lebih tinggi. Kendati begitu, Fikser memastikan bahwa sistem ini dibuat bukan untuk dipuji-puji atau bahkan disombong-sombongkan.
“Kita buat ini supaya bekerja lebih efektif dan yang paling penting kita bisa mengendalikan Covid-19 ini, sehingga perekonomian warga bisa terus bergerak,” ujarnya.
"Nah rek, itu dia cara Pemkot Surabaya untuk mendata kasus-kasus Covid-19 di Kota Surabaya. Ojo sampe yo rek nama kalian masuk dalam data tersebut, caranya dengan tetap #IngatPesanIbu untuk terus menaati protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah," pinta Fikser.
Selain itu, ia berpesan agar terus melakukan 3M, yakni menjaga jarak, memakai makser, dan mencuci tangan. "Iku ngono kudu dilakukan ben jenengmu gak mlebu nang data Covid-19 rek," kata Fikser.