Pemkot Probolinggo Lalai, Nasib 1.746 Honorer Tak Jelas
Akibat kelalaian Pemkot Probolinggo, nasib 1.746 tenaga honorer (pegawai tidak tetap dan guru tidak tetap, PTT/GTT) semakin tidak jelas. Akibatnya, berkas 1.746 honorer itu tidak masuk ke database Badan Kepegawaian Negara (BKN) sehingga tertutup peluang mereka diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Kesimpulan tersebut disampaikan Pansus PPPK DPRD Kota Probolinggo. Ketua pansus, Sibro Malisi menilai, pihak Badan Kepegawaian dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Probolinggo lalai.
"Kami berencana melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menilai apakah terdapat unsur pidana dalam kasus ini," kata Sibro.
Pansus juga akan meminta pembatalan verifikasi dan validasi (verval) atas 280 PTT-GTT yang sudah masuk dalam database BKN.
Rapat Pansus PPPK berlangsung di Ruang Paripurna DPRD, Sabtu, 2 November 2024 malam. Rapat dihadiri Sekretaris Daerah Ninik Ira Wibawati, mantan Kepala BKPSDM Wahono Arifin, Kepala BKPSDM Fathur Rozi, serta perwakilan tenaga honorer dari setiap organisasi perangkat daerah (OPD).
“Kami undang tiga perwakilan dari setiap OPD untuk hadir dalam rapat ini," ujarnya.
Disayangkan "tokoh kunci" yakni, Plt Kabid BKD Mirza tidak hadir karena sakit. Perempuan itulah yang mengunggah data pegawai ke database BKN.
Sebenarnya, "benang ruwet" (kasus) ini bermula pada September 2022 silam saat Pemkot Probolinggo menerima surat dari BKN terkait pendataan non-ASN. Pemkot diberi tenggat waktu (deadline) hingga 30 September 2022 untuk menyelesaikan dan mengunggah data jumlah tenaga honorer.
Namun, hingga batas waktu tersebut, kata Sibro, data yang diunggah oleh Plt Kabid BKPSDM saat itu, Mirza, tidak disertai dengan Surat Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) dari kepala daerah.
"Berdasarkan penelusuran Pansus, memang tidak ada SPTJM kepala daerah tertanggal 30 September 2022," ujar politisi Partai Nasdem itu.
Pada 7 Oktober 2022, BKN kembali mengirim surat yang menyebutkan bahwa beberapa kualifikasi jabatan tidak dapat masuk ke dalam basis data non-ASN.
Pada 13 Oktober 2022, surat SPTJM dari kepala daerah baru diterbitkan, dan di hari yang sama data PTT-GTT sebanyak 2.010 orang kembali diunggah ke sistem BKN dengan nama dan jabatan yang sama seperti unggahan pertama.
Namun, pada 14 Februari 2023, BKN menyebutkan jika Pemkot Probolinggo belum mengunggah surat SPTJM kepala daerah.
“Sampai saat ini, BKPSDM belum memberikan bukti kepada Pansus bahwa unggahan tersebut telah dilakukan. Ini mengindikasikan bahwa proses unggah mungkin belum dilakukan,” kata Sibro.
Hal ini semakin kuat dengan surat lain dari BKN pada 10 Maret 2023. Intinya, Pemkot Probolinggo bersama 112 daerah lain di Indonesia belum mengunggah data jumlah PTT serta SPTJM kepala daerah.
BKN juga memberikan peringatan, jika unggahan tidak dilakukan hingga batas waktu, tenaga honorer di Probolinggo dianggap tidak ada atau akan dialihdayakan.
Dalam rapat di gedung DPRD itu, tim verifikator yang diundang menjelaskan, dari 2.010 data yang diajukan, hanya sekitar 280 orang yang masuk ke database BKN. Sedangkan sebanyak 1.746 orang tidak lolos karena tidak memenuhi kualifikasi jabatan.
Sementara itu mantan Kepala BKPSDM, Wahono Arifin memberikan keterangan yang oleh pansus dinilai tidak jelas. Sisi lain Wahono mengaku, sudah mengunggah data tersebut.
Sementara itu, anggota Pansus, Muchlas Kurniawan, menanyakan alasan perubahan jumlah PTT dari 2.010 menjadi 280. Tim verifikator menyatakan, berdasarkan surat dari Kemenpan RB dan BKN pada 7 Oktober 2022, terdapat 264 jabatan yang dialihdayakan.
Tim verifikator menyusun data sesuai instruksi atasan mereka dan melakukan pemetaan dari 13 hingga 18 Oktober 2022. Kesimpulan sementara dari Sibro, proses pendataan PPPK di Kota Probolinggo menyalahi peraturan.
Dikatakan pencoretan 1.746 tenaga honorer ini berpotensi merugikan hak-hak mereka. Pansus akan berkonsultasi dengan aparat hukum untuk menilai apakah ada unsur pidana dalam proses ini.
Selanjutnya, Pansus akan memperjuangkan agar 1.746 tenaga honorer tetap bisa masuk ke database BKN. "Kami akan meminta surat dari Pj Walikta disertai pernyataan dari tenaga honorer tersebut untuk mengoreksi keputusan pada 2022," kata Sibro.
Sisi lain, pansus DPRD juga meminta berkas 280 tenaga honorer yang sudah masuk database BKN dibatalkan. Denga demikian bisa membuka peluang bagi seluruh tenaga honorer (2.010 orang) untuk masuk database BKN dan berpotensi diangkat sebagai PPPK.