Pemkot Mojokerto Tanggapi Gadis Yatim Piatu Penderita Tumor Uterus
Oktavia Dwi Rahmadani, 18 tahun, penderita tumor uterus akhirnya mendapat tanggapan dari pemerintah Kota Mojokerto.
Warga Lingkungan Kuwung, Kelurahan Meri, Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto tinggal bersama saudara kandung perempuannya, bernama Septi Kustanti, 32 tahun.
Sebagai anak tertua dari dua bersaudara, Septi, janda dua anak ini sudah berusaha menjaga dan mengobati sakit yang diderita adiknya. Namun apalah daya, dengan gaji Rp35 ribu per hari tidaklah mampu menanggung semua kebutuhan pengobatan, meski tetap dibantu Kartu Indonesia Sehat (KIS) APBD.
Tumor tersebut diderita anak kedua pasangan almarhum Riono Sentot dan almarhumah Sumirah itu sejak dua tahun lalu, saat dia masih kelas 10 SMA.
Tubuh Oktavia sangat kurus hingga nyaris tinggal kulit dan tulang. Ia hanya tergolek lemas di atas kasur tempat tidurnya. Benjolan di perutnya akibat kanker uterus kian membesar. Bicaranya pun semakin kurang jelas. Penyakitnya ini membuatnya terpaksa putus sekolah.
Kondisi fisik Oktavia secara medis saat ini belum memungkinkan untuk dilakukan penanganan terhadap benjolan di atas perutnya. Baik itu kemoterapi, radiotherapy, maupun operasi.
"Jadi memang kondisi secara medis kanker sudah menyebar ke mana-mana. Kalau pun dia harus kita lakukan pengobatan seperti kemo atau seperti disinar juga tidak memungkinkan, apalagi operasi, tidak disarankan oleh tim dokter," kata Mas Pj, sapaan akrab Pj Wali Kota Mojokerto Ali Kuncoro, usai mengunjungi Oktavia, Jumat, 30 Agustus 2024.
Meski begitu, Pemkot Mojokerto tetap berupa melakukan pendampingan agar kondisi Oktavia kembali sehat. Rencananya Pemkot Mojokerto bakal mengantar Oktavia untuk mengecek kondisi penyakit yang dideritanya ke RSAL dr Ramelan Surabaya pada Senin, 2 September 2024.
"Yang bisa kita lakukan pertama tentu bagaimana yang bersangkutan tetap dalam kondisi sehat semakin bugar. Sambil jalan juga dicarikan solusi alternatif pengobatan yang memungkinkan. Sehingga kalau nanti kondisinya benar-benar fit, kemungkinan akan dikemo. Kalaupun harus dioperasi ya dioperasi, karena BPJS nanggung semua," bebernya.
Bahkan, Oktavia yang putus sekolah sejak Semester 2 di SMA PGRI Puri itu meminta untuk berlibur ke pantai. Itu pun saat Pj Walikota Mojokerto menawarkan apa yang dia inginkan.
"Tadi mintanya jalan-jalan ke pantai, kita fasilitasi, kemungkinan nanti kalau sudah berobat dari Surabaya," tandasnya.
Diketahui sebelumnya, tumor itu diketahui saat adiknya baru masuk sekolah kelas 10 SMA PGRI Puri, Mojokerto. Pada tahun 2022 itu muncul benjolan pada perut bawah adik semata wayangnya itu.
"Pas cobain Rok sekolah saya pegang perutnya ada benjolan. Kemudian saya bawa ke Puskesmas dan dirujuk ke RS Gatoel," katanya, Kamis 29 Agustus 2024.
Pihak puskesmas menduga terjadi masalah pada kandungan Oktavia. Namun setelah diperiksa dokter di RS Gatoel, ternyata tidak ada masalah pada kandungan.
"Dia butuh magnetic resonance imaging (MRI), setelah itu dirujuk ke RSAL dr Ramelan Surabaya. Dari dokter dikasih kayak hasil lab yang mengarah ke tumor," tuturnya.
Pihak rumah sakit pun menyarankan Oktavia untuk Ultrasonografi (USG). Namun, kondisi ekonomi yang kurang layak membuat Septi mengurungkan adiknya kembali berobat.
"Belum sempat kembali untuk USG, saya terkendala biaya transportasi. Waktu itu saya tidak mengetahui kalau ada armada buat ke sana dari puskesmas untuk rujukan," terangnya.
Meski batal USG, Oktavia masih bisa beraktivitas seperti biasa, kesehatannya pun tampak normal, bahkan ia tetap melanjutkan sekolah.
Seiring berjalannya waktu, tumor yang dideritanya kian memburuk. Sering kali ia pingsan di sekolah. Septi pun memutuskan adiknya untuk tidak melanjutkan pendidikan.
"Cuma kami alasan ke sekolah terkendala biaya. Aslinya ya karena sakit itu," cetusnya.
Meski begitu Oktavia masih bisa beraktivitas, bahkan menjaga kedua anak kakaknya saat ditinggal kerja. Namun, sekitar bulan Maret 2024, Oktavia mulai terlihat kurus. Pasca Hari Raya Idul Fitri, tiba-tiba drop.
Oktavia kemudian dilarikan ke RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo, Kota Mojokerto untuk mendapatkan perawatan medis. Dua hari setelah opname, kaki dan tangan Oktavia membengkak.
"Saya tanya ke dokter, kenapa dok kok bengkak? Dokter menyimpulkan karena penyakitnya sudah menjalar," ujarnya.
Septi menyebut, Pihak dokter RSUD dr Wahidin Sudiro Husodo hanya menangani pembengkakan saja. Untuk benjolan yang diklaim tumor masih belum ada penanganan.
“Saya waktu mengantar adik kontrol pertama tanya, ‘dok, apa tidak ada harapan sedikit saja, dokter jawab ‘tidak ada’,” terangnya sembari meneteskan air mata.
Selain menderita tumor, Septi mengatakan, tidak ada biaya untuk membiaya pendidikan sang adik. Penghasilannya sebagai penjaga kios minuman di Sky Walk Alun-alun Kota Mojokerto terbilang pas-pasan.
Ia menambahkan, ada indikasi jika penyakit tumor yang diderita sang adik disebabkan genetik. “Ada keturunan, kakak saya ada kanker, adiknya ibu saya juga kena kanker lidah, dan ibu saya sendiri tumor paru-paru. Jadi menurut saya ada faktor genetik juga," ungkapnya.