Pemkot Hidupkan Heritage Peneleh Surabaya Agar Tak Dilupakan
Surabaya punya tempat wisata sejarah yang wajib dikunjungi. Wisata sejarah ini terbilang lengkap, mulai sejarah peninggalan Majapahit hingga saksi kelahiran sang Proklamator Indonesia, Bung Karno yang masih mengakar kuat di Kampung Peneleh, Surabaya ini.
Kawasan yang sarat akan nilai sejarah ini pun menjadi salah satu fokus Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot) untuk dikembangkan sebagai kawasan heritage.
Berkunjung ke kawasan Peneleh paling mudah adalah dari arah Undaan Kulon menuju ke Jalan Makam Peneleh, tepatnya berada di belakang Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya. Mata akan langsung disambut dengan peta wisata berwarna hijau. Peta ini terpampang depan Lodji Besar yang sekaligus markas komunitas Begandring Surabaia, sebuah komunitas sejarah di Surabaya.
Kendaraan bermotor roda dua bisa diparkir di tempat ini. Tempat parkir ini juga dikelola secara swadaya oleh warga Peneleh Surabaya. Dari titik ini sebenarnya untuk melanjutkan perjalanan wisata ke kawasan Peneleh sudah mudah. Peta wisata yang terpampang juga memudahkan mencari di mana tepatnya tempat-tempat bersejarah tersebut.
Sumur Jobong
Perjalanan dimulai dari Jalan Pandean Gang 1. Di sana terdapat Sumur Jobong yang ditemukan pada 2018 yang lalu. Sumur ini menjadi istimewa karena merupakan sumur peninggalan Kerajaan Majapahit. Dalam sumur juga sempat ditemukan artefak tulang manusia yang diperkirakan hidup pada tahun 1430-an. Keberadaan Sumur Jobong ini yang membuktikan Kampung Peneleh sebagai kampung tertua di Surabaya yang sudah ada pada 593 silam atau sekitar tahun 1430-an.
Tak hanya Sumur Jobong, di Pandean Gang I wisatawan juga bisa melihat keragaman budaya warga karena mayoritas warganya beragama Hindu.
Rumah kelahiran Bung Karno
Perjalanan kemudian dilanjutkan Jalan Pandean Gang IV. Di sana terdapat Rumah Kelahiran Bung Karno. Jalan menuju rumah kelahiran Bung Karno juga dihiasi dengan mural yang menceritakan masa kecil Soekarno. Rumah kelahiran Bung Karno kini sudah menjadi milik Pemkot Surabaya. Juga rumah HOS Cokroaminoto yang berada Jalan Peneleh Gang VII.
Dua rumah bersejarah ini dikonsep seperti museum dan dibuka untuk umum. Di kedua tempat tersebut, masyarakat bisa mengetahui sejarah kelahiran Bung Karno dan bagaimana sang Proklamator remaja tumbuh dan belajar di Rumah HOS Cokroaminoto.
Para wisatawan yang datang ke tempat ini juga akan mendapatkan penjelasan dari pemandu yang memang ditugaskan oleh Pemkot Surabaya. Wisatawan yang ing berkunjung cukup mendaftar melalui situs Tiket Wisata Surabaya.
Langgar Dukur Kayu
Berjarak satu gang dari rumah kelahiran Bung Karno tepatnya di Jalan Pandean Gang V wisatawan akan menemukan Langgar Dukur Kayu. Langgar Dukur Kayu ini juga yang diklaim sebagai tempat Soekarno kecil mengaji.
Langgar Dukur Kayu masih berdiri kokoh tanpa renovasi sedikit pun sejak dibangun pada 1893 silam. Langgar berlantai dua dan memiliki ciri khas arsitektur sederhana seperti berdinding kayu jati dan bagian luar masjid yang menyerupai sisik ikan. Langgar Dukur Kayu masih aktif digunakan untuk salat jemaah para pria warga sekitar dan pengajian oleh ibu-ibu.
Masjid Jami Peneleh
Sementara itu, beberapa gang dari Langgar Dukur Kayu atau tepatnya di kawasan Jalan Peneleh Gang V juga terdapat Masjid Jami Peneleh. Masjid yang memiliki aksitektur bangunan klasik dengan dilengkapi joglo ini konon dipercaya merupakan salah satu masjid yang dibangun oleh Raden Rahmat atau Sunan Ampel pada abad ke 14.
Sedikit berbeda dengan Langgar Dukur Kayu yang lebih digunakan salat jemaah untuk kaum pria, Masjid Jami Peneleh digunakan salat jemaah untuk pria dan wanita, juga terbuka untuk umum. Bila dilihat lebih detail, arsitektur Masjid Jami Peneleh mirip dengan Masjid Ampel yang berada di kawasan Makam Sunan Ampel.
Museum HOS Tjokroaminoto.
Berjarak dua gang dari Masjid Jami Peneleh, atau tepatnya di Jalan Peneleh Gang V, wisatawan juga bisa mengunjungi rumah HOS Tjokroaminoto. Tempat bersejarah tersebut dulunya adalah rumah HOS Tjokroaminoto sekeluarga dan dimana Soekarno pernah tinggal atau kos.
Dalam museum itu, wisawatan bisa menemukan benda-benda yang berkaitan dengan kisah tersebut, serta bisa melihat keaslihan bangunan yang masih dipertahankan. Sebelum kesana biasanya wisatawan diharuskan untuk registrasi melalui situs tiketwisata.surabaya.go.id, karena tempat ini dikelola dan merupakan aset Pemkot Surabaya.
Keragaman Budaya
Tak hanya berkunjung ke tempat-tempat bersejarah di atas, bila ditelusuri dari satu gang ke gang lainnya, wisatawan akan menjumpai bangunan berarsitektur Belanda dan Pecinan. Ini membuktikan bahwa kawasan tersebut menjadi pusat atau tempat tinggal para keturunan. Juga terdapat pula kompleks pemakaman Belanda yang membuktikan bahwa Surabaya pernah menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda seabad lalu.
Wajah kampung Peneleh lainnya yang terlihat adalah keragaman suku masyarakat. Di sana masyarakat suku Jawa, Madura dan Pecinan hidup beriringan dengan rukun. Wisatawan juga akan bisa merasakan sambutan warga yang akan ramah menyambut. Sebuah modal besar yang menunjukkan adanya partisipasi warga.
Rencana Pengembangan Pemkot Surabaya.
Melihat potensi wisata sejarah di Kampung Peneleh Surabaya ini, Pemkot Surabaya mulai serius mengembangkan kawasan ini menjadi wisata heritage. Langkah sudah dimulai yaitu dengan menggelar Festival Pasar Rakjat dan Lajar Tantjep pada Jumat, 7 Juli 2023 lalu.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya Wiwiek Widayati mengatakan, acara tersebut adalah kick off atau awal dibukanya Kampung Wisata Sejarah Peneleh Surabaya. Sekaligus, mengerakan ekonomi warga dengan memberdayakan UMKM yang ada di wilayah Peneleh.
Tak hanya itu, terbaru Walikota Surabaya, Eri Cahyadi menyebut pengembangan yang akan dilakukan untuk kawasan Peneleh adalah mengoneksikan perahu susur Kalimas hingga ke Peneleh. Selain itu, pihaknya juga akan memberdayakan becak-becak di lingkungan sekitar yang memang sepi termakan oleh kendaraan pribadi dan umum lainnya.
"Rencanannya memang nanti wisata kota tua ada koneksi. Gabungan nanti ada Rumah Bung Karno jadi satu rangkaian, dimana bisa dijemput becak dari satu lokasi ke lokasi lainnya," kata Eri ditemui beberapa waktu lalu.
Eri pun berencana akan segera mendata tukang becak yang ada disekitar Peneleh untuk program Pemkot tersebut. Tukang becak yang ber-KTP Surabaya akan diutamakan.
Pengembangan wisata kota tua di Surabaya, ujar Eri adalah upaya Pemkot untuk menghidupkan kembali sejarah sekaligus mengerakkan ekonomi masyarakat. Yang menjadi fokusnya adalah bagaimana sejarah bisa hidup kembali di Kota Pahlawan.
"Jadi kota tua itu, kita datang ke Surabaya melihat ini ada kampung arab, ada pecinaan, ada kampung Jawa dan Eropa. Bagaimana sih sejarahnya kita akan hidupkan itu," terangnya.
Ia pun berharap, mereka para turis yang datang ke Surabaya bisa menikmati destinasi wisata yang ada dan juga kisah sejarahnya.
"Kita menjadi destinasi nusantara (wisata heritage atau kota tua). Itu akan kita hidupkan kembali nanti InsyaAllah setelag bergerak tidak akan tutup lagi. Harus kita gerakan dulu," papar Eri.
Harus Didukung Literasi Kuat
Begandring Soerabaia, adalah salah satu komunitas pegiat sejarah yang serius mendorong Pemkot Surabaya untuk mengembangkan kawasan Peneleh. Begandring Soerabaia bermarkas di Lodji Besar itu, juga melihat kawasan Peneleh punya potensi besar untuk dikembangkan.
"Bacth atau tempat bersejarah di kawasan Peneleh ini banyak. Mulai dari Makam Eropa, Masjid Jami, Langgar Dukur Kayu, Rumah Lahir Bung Karno, HOS Cokroaminoto hingga Sumur Jobong Majapahit. Dua diantaranya Rumah Lahir Bung Karno dan HOS Cokroaminoto adalah milik Pemkot," kata salah satu anggota Begandring Soerabaia, Kuncarsono Prasetya ketika dihubungi Ngopibareng.id.
Kuncar sapaan lekatnya menyebut, selain bagunan bersejarah yang sudah ada, pengembangan kawasan ini juga bisa dilakukan dari jenis peminatan, misalnya desain arsitektur di Plampitan, sejarah pengerakan di Peneleh selatan dan lainnya.
"Untuk mengembangkan ini semua tentunya harus berbasis literasi yang kuat. Tanpa literatur yang kuat atau berdasarkan 'konon katanya' hanya akan menjadi lelucon belaka," terang Kuncar.
Misalnya, ia mencontohkan, masyarakat meyakini bahwa Rumah Lahir Bung Karno ada di Peneleh dan itu bisa dibuktikan. Pembuktian lainnya adalah banyak tokoh yang pernah tinggal di kawasan Peneleh anatara lain, Ruslan Abdulgani, Semaun, Darsono dan lainnya.
"Termasuk Muktamar kedua Nahdlatul Ulama (NU) yang berlangsung pada 1927 untuk menetapkan logo organisasi Islam terbesar di Indonesia itu, juga dilakukan di kawasan Peneleh. Ini ada literasinya dan bisa dibuktikan," jelasnya.
Kuncar menyadari, pemahaman literasi ini bukan hal yang mudah untuk para guide atau pemandu wisata. Di sinilah ia berharap, Pemkot Surabaya hadir dan menangkap semangat warga Peneleh yang antusias dalam pengembangan wisata heritage di kampungnya.
"Jadi tidak hanya mengkait-kaitkan tapi juga ada literasi yang kuat," tambahnya.
Dari sinilah, Begandring Soerabaia dan masyarakat sekitar mendirikan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).
"Pokdarwis ini banyak diisi oleh anak muda dan warga sekitar. Mereka dibekali literasi sejarah tapi mungkin masih dipermukaan saja. Setiap ada rombongan yang datang mereka bertugas mengantarkan dan menjelaskan sejarah yang ada di kampung Peneleh," jelanya.
"Alhamdulilah, setiap hari rombongan wisata, anak SD selalu ada. Warga yang ingin berwisata sendiri juga banyak berlalu lalang," tambahnya.
Tak hanya dukungan dari pegiat sejarah atau warga sekitar, Kuncar menyebut dukungan juga akan datang dari Belanda.
"Kami bersinergi dengan Pemkot Surabaya untuk mendapatkan pendanaan dari Belanda. Rencananya pembicaraan awal akan dilakukan November. Semoga dimudahkan supaya Begandring bisa berkontribusi untuk Surabaya, tidak sekedar teori atau kritik saja," ujar Kuncar.
Kuncar bersama Begandring Surabaia mendorong Pemkot Surabaya untuk membuat perencanaan atau Blueprint terkait mengembangan wisata heritage Kampung Peneleh. Sehingga apa yang selama ini sudah dikerjakan akan maksimal untuk kedepannya.
"Ada dua syarat agar wisata heritage Kampung Peneleh bisa berkembang dengan maksimal. Pertama syarat fisik, bagaimana fasilitas nyaman dan aman, akses trotoar, tempat duduk, WC dan lainnya harus dipenuhi. Yang kedua adalah syarat non fisik bagaimana ini bisa berdampak ekonomi, misalnya ada konektivitas dengan hotel atau tour and travel memasukan Peneleh sebagai paket wisata. Ini semua harus ada dalam blueprint pengembangan," terangnya panjang lebar.
Meski demikian, ia tetap mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Pemkot Surabaya untuk pengembangan wisata heritage Kampung Peneleh.
"Kami prinsipnya mengapresiasi kinerja Pemkot Surabaya. Masyarakat juga semakin peduli bahwa lingkungan punya value sejarah. Banyak PR yang masih harus dikerjakan tapi juga banyak perkembangan yang sudah dilakukan," tandasnya.
Ia berharap, Pemkot Surabaya menangkap semangat warga Peneleh dengan banyak melakukan pelatihan dan pendampingan, supaya warga bisa lebih berkembang dan sadar akan potensi wisata di lingkungannya.