Pemkot Anggap Data Tracing dari Pemprov Sering Keliru
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyatakan bahwa data tracing yang diberikan (pemerintah provinsi) Pemprov Jatim tidak sesuai dengan kondisi, atau tidak sinkron dengan yang ada di lapangan.
Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, data yang tidak sinkron itu masih data awal, bukan yang sudah fix disampaikan kepada masyarakat melalui media.
"Jika data awal untuk tracing itu tidak sinkron dengan data di lapangan, maka pasti tidak bisa di entry ke aplikasi kami, tidak bisa dimasukkan ke data Surabaya, karena memang setelah ditracing tidak ada orangnya," kata Febria, melaui rilis resmi Pemkot Surabaya, Senin, 22 Juni 2020.
Data yang dianggap Pemkot Surabaya tidak sinkron tersebut, kata Febria, karena beberapa hal, seperti nama dengan alamat ganda, hingga identitas palsu. Banyak pula yang ber-KTP Surabaya, tapi tidak tinggal atau sudah tidak berdomisili di Surabaya.
Bahkan, lanjut Febria, ada juga yang memakai alamat KTP saudaranya ketika periksa di Surabaya, padahal orang tersebut tidak tinggal di sini. Data seperti ini tentunya tidak bisa masuk ke pendataan Kota Surabaya, karena memang tidak ada orangnya.
Febria pun memastikan banyak kasus seperti ini, sehingga terpaksa data orang tersebut harus dikembalikan lagi ke Pemprov Jatim, karena memang setelah ditracing ke lapangan, tidak ditemukan.
"Sayangnya, keesokan harinya data orang itu dikembalikan lagi ke Surabaya, muncul lagi di data Surabaya. Padahal sudah disampaikan bahwa orang tersebut tidak berdomisili di Surabaya,” jelasnya.
“Seperti data pasien berinisial Hery yang sudah 10 tahunan tinggal di luar Surabaya. Seharusnya kan provinsi yang mencari dimana dia tinggal, ini provinsi malah meminta kita mencari alamatnya di luar Surabaya itu, pastilah kita kesulitan, seharusnya itu sudah bukan tugas kita, tapi tugas provinsi yang mencarinya. Data Hery ini bolak-balik muncul di Surabaya," imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M. Fikser mengatakan bahwa Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya sudah memiliki aplikasi khusus untuk mengawal setiap data tracing.
"Jadi, tidak mungkin data itu double karena itu pakai NIK dan ada alamatnya juga. Kalau memang NIK dan alamatnya lengkap dan benar, pasti petugas kami tidak akan kesulitan untuk melakukan tracing di lapangan," kata Fikser.
Maka itulah, kata Fikser, ketika ada data yang dikembalikan ke Pemprov Jatim, berarti data itu memang benar-benar tidak ditemukan di Surabaya.
“Seperti yang dicontohkan Bu Kadinkes, jika orang itu sudah 10 tahunan di luar Surabaya, pasti kami susah untuk melacak domisilinya, belum lagi kami harus terus bekerja keras dan secara masif melakukan tracing pasien Covid-19 yang baru, jadi ya kasus-kasus seperti ini sudah seharusnya tugasnya pemprov," tutupnya.