Pemkab Jember diberi Waktu 2 x 24 Jam Batalkan Sistem Satu Arah
Komisi C DPRD Jember menggelar rapat dengan pendapat (RDP) bersama warga yang menolak sistem satu arah Kawasan Kampus Unej, Rabu, 01 November 2023. Dalam RDP tersebut disepakati keberlanjutan sistem satu arah akan ditentukan dalam jangka waktu 2 kali 24 jam.
Ketua RW 36 Kelurahan Sumbersari, Kecamatan Sumbersari, Jember, Abdul Kadar menyampaikan, saat pemberlakuan sistem satu arah parsial, warga tidak banyak memberikan reaksi. Warga mulai resah yang tidak nyaman pasca uji coba sistem satu arah dikembangkan menjadi 24 jam.
Akibat pengembangan tersebut, warga harus menempuh jarak yang cukup panjang meskipun jarak sebenarnya hanya 500 meter. Kadar mencontohkan warganya yang hendak pergi ke Kantor Kelurahan Sumbersari di Jalan Halmahera yang jaraknya hanya 500 meter. Warga harus memutar hingga jarak kurang lebih 6 KM untuk sampai ke lokasi.
Selain itu, warga juga mencatat, dampak buruk penerapan sistem satu arah Kawasan kampus adalah tingginya angka kecelakaan. Kendaraan main kebut-kebutan dengan kecepatan 40-60 KM.
Warga juga melihat, sistem satu arah yang diklaim bisa mengurai kemacetan masih menyisakan kemacetan sampai saat ini. Kali ini Kadar mengambil contoh kemacetan yang terjadi di Jalan Mastrip Timur.
“Banyak kecelakaan, pengendara kebut-kebutan. Katanya bisa mengurai kemacetan, tetapi ternyata kemacetan tidak bisa dihindari. Mastrip bagian Timur masih menumpuk. Kami menilai sistem satu arah ini terlalu dini,” katanya.
Semestinya, lanjut Kadar, Pemkab Jember melakukan penataan parkir untuk mengurai kemacetan, khususnya di Jalan Jawa. Selain itu, Pemkab Jember juga harus menertibkan PKL secara humanis. Sebab mereka yang berada di sana berkaitan dengan urusan perut.
Pemkab Jember harus segera menata PKL. Jika masih ada yang nakal, Pemkab Jember harus mengambil langkah selanjutnya. Karena itu, berdasarkan aspirasi forum RW dan RT di Kawasan Kampus Unej, mendesak Pemkab Jember membatalkan sistem satu arah di Kawasan Kampus Unej. Warga memberikan tenggat waktu 2 kali 24 jam.
Jika dalam waktu yang telah disepakati tak kunjung ada respons, warga mengancam akan melakukan Gerakan penolakan dengan varian yang berbeda. Termasuk melakukan aksi unjuk rasa.
“Sesuai aspirasi masyarakat masing-masing, menghendaki segera ada tindakan. Kalau tidak ada tindakan selama 2 kali 24 jam, mungkin bisa turun ke jalan. Kami akan terus menolak dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum,” pungkasnya.
Sementara Kepala Dinas Perhubungan Jember Agus Wijaya akan menyampaikan aspirasi warga kepada Bupati Jember Hendy Siswanto. Agus belum bisa menentukan sistem satu arah bisa terus berlanjut atau dihentikan. Sebab, kapasitas Dinas Perhubungan sekadar menjalankan kebijakan bupati.
Agus menegaskan, urusan mencabut merupakan hal yang mudah. Ia hanya perlu memerintahkan anggotanya. “Biarlah masalah ini ditengahi oleh Ketua Komisi C DPRD jember yang membidangi urusan perhubungan. Harus dibedakan pejabat teknis bidang transportasi. Forum ini menyangkut stabilitas sehingga, sehingga kami diserahkan ke Komisi C,” Katanya.
Terkait penataan parkir di Jalan Jawa, Dinas Perhubungan Jember telah melakukan penataan dengan membuat garis parkir. Meski demikian, penataan parkir di Jalan Kalimantan, Mastrip, dan Riau belum dilakukan karena keterbatasan anggaran.
Agus menegaskan terkait penataan PKL merupakan kewenangan dinas yang lain, termasuk Satpol PP, Disperindag, dan Dinas Koperasi. “Kalau terkait PKL ada yang menangani, ada Satpol PP, Disperindag, dan Dinas Koperasi. Semua OPD Harus ikut terlibat. Harus berjalan sama. Sebenarnya mudah, tinggal Bapak Bupati memerintahkan,” ujarnya.
Sementara terkait sosialisasi yang dinilai hanya satu arah, sesuai aturan rekayasa lalu lintas tidak harus melakukan sosialisasi kepada warga, karena rekayasa tersebut diambil untuk mengurai kemacetan dengan cepat.
Dinas Perhubungan Jember melakukan evaluasi setiap satu pekan dengan melibatkan partisi dari Universitas Jember dan Satlantas Polres Jember. Berdasarkan hasil evaluasi sejauh ini, penerapan sistem satu arah Kawasan Kampus Unej dinilai baik.
Agus juga menanggapi penutupan akses masuk perumahan. Menurut Agus, penutupan arus harus dilihat status jalannya. Jika memang jalan akses perumahan bukan jalan umum menjadi kewenangan warga.
“Kalau jalan umum harus dilalui, tidak boleh ditutup karena jalan umum. Kecuali itu jalan kampung, maka itu boleh. Kami berharap dalam persoalan ini tidak boleh main menang-menangan,” pungkasnya.
Sementara Ketua Komisi C DPRD Jember Budi Wicaksono mengatakan, hasil kajian warga akan disandingkan dengan hasil kajian Bupati Jember. Dalam persoalan ini, Komisi C DPRD Jember akan selalu mendukung warga.
Komisi C DPRD Jember sebagai wakil warga akan menyampaikan permintaan warga kepada Bupati Jember. Jika nantinya sistem satu arah masih tetap dilanjutkan, maka warga memiliki hak untuk bertanya langsung kepada bupati.
“Tanggung jawab saya menyampaikan. Kalau berlanjut, menjadi hak warga bertanya ke bupati. Yang jelas tidak mungkin bupati langsung membatalkan. Tetapi kami berharap ada jalan tengah,. Karena kalau tidak dicabut, warga akan menutup seluruh akses dan tidak ada jalan tikus” pungkasnya.