Pemiskinan Lebih Ditakuti, Pengamat: Koruptor Tak Takut Mati
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengingatkan, salah satu cara agar koruptor jera adalah lewat hukuman yang keras dan kuat. Salah satunya lewat pemiskinan koruptor.
"Selama ini hukuman yang keras dan kuat masih kurang. Buktinya, residivis koruptor saja masih bisa terpilih sebagai pejabat. Harusnya ada tindakan tegas dari pemerintah, misalnya mengevaluasi hak remisi, bahkan pembebasan bersyarat ke koruptor," kata Zainal, dikutip Selasa 30 Juli 2019.
Selain itu, ia juga menyarankan DPR dan pemerintah untuk mengkaji ulang Undang-Undang tentang Pemilu. Mantan koruptor memang seharusnya dilarang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat.
"Harus dikuatkan juga UU-nya, ya memang harus dilarang koruptor jadi wakil rakyat. Koruptor dilarang nyaleg atau bertarung di dalam proses memperbutkan kepercayaan publik," tuturnya, dalam sebuah diskusi di kantor ICW, Jakarta Selatan, Selasa 30 Juli 2019.
Menurutnya, tuntutan hukuman mati kepada koruptor belum tentu bisa memberantas korupsi di Indonesia. Sebab, koruptor dinilai lebih takut dimiskinkan dibandingkan dituntut hukuman mati.
"Apakah hukuman mati menjerakan? Kalau saya mengatakan, belum tentu. Yang seharusnya menjerakan itu ya penyitaan harta atau pemiskinan. Saya percaya koruptor lebih takut miskin daripada mati," ujar Zainal.
Diketahui, pada Sabtu 27 Juli 2019 Bupati Kudus Muhammad Tamzil ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tamzil menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, tuntutan hukuman mati dapat dikenakan terhadap Tamzil karena sudah dua kali terjerat kasus korupsi. Kendati demikian, KPK akan mempertimbangkan lebih jauh ancaman hukuman mati terhadap M Tamzil.
"Nanti kami perhitungkan ulang, keterlibatan dia ini benar-benar sampai di mana, dan nanti yang memastikan bukan satu-dua, kami semua ramai-ramai dulu (memastikan)," kata Basaria, Minggu 28 Juli 2019.
Sejak masa reformasi, kasus korupsi semakin menjadi-jadi. Reformasi yang digulirkan justru bermaksud hendak mengikis habis praktik korupsi, dan nepotisme, justru tak bisa dihapus. Bahkan, makin berkembang cepat hingga ke pejabat di daerah. Yang sebelumnya hanya berlaku di pusat kekuasaan, kini di pelbagai daerah kasus ini semakin tak bisa diberantas. (adi)
Advertisement