KTT ASEAN, Pemimpin Militer Myanmar Dikecualikan
Menteri Luar Negeri ASEAN sepakat mengundang perwakilan non-politik Myanmar ke pertemuan puncak kelompok regional akhir bulan ini. Demikian penjelasan Brunei, ketua tahun ini, pada hari Sabtu 16 Oktober 2021, di luar pemimpin militer Myanmar.
Para menteri membuat keputusan ini pada pertemuan darurat online hari Jumat 15 Oktober 2021, di tengah kurangnya kerja sama dari junta, terutama lalai menerima kunjungan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar.
Junta Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang memimpin kudeta pada Februari 2021 yang menggulingkan pemerintah terpilih di bawah pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, telah menolak permintaan utusan khusus itu untuk bertemu dengan Suu Kyi dan beberapa pemimpin oposisi lainnya.
Utusan khusus 10 negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara itu seharusnya menengahi dialog antara semua pihak dalam gejolak politik Myanmar sebagai bagian dari mandatnya.
Menghindari Konflik Politik
Brunei mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Sabtu bahwa di saat para menteri selama pertemuan itu menegaskan pentingnya akses utusan khusus tersebut ke semua pihak yang berkepentingan dalam kekacauan Myanmar. Mereka mendengarkan klaim pemerintah militer bahwa utusan khusus "harus menghindari keterlibatan dengan pihak-pihak yang saat ini sedang menjalani proses hukum", seperti dikutip dari Kyodo News, Minggu 17 Oktober 2021.
Pihak-pihak tersebut termasuk Suu Kyi dan Presiden terguling Win Myint serta organisasi yang dianggap ilegal oleh junta, termasuk Pemerintah Persatuan Nasional, sebuah organisasi yang dibentuk untuk menentang kudeta yang mengaku sebagai pemerintah sah Myanmar, dan Pasukan Pertahanan Rakyat, sayap bersenjata kelompok tersebut, menurut pernyataan itu.
Ketua juga mengatakan, baik pemerintah militer dan NUG bersikeras untuk menghadiri KTT virtual yang dijadwalkan pada 26-28 Oktober 2021.
"Menyusul diskusi yang ekstensif, tidak ada konsensus yang dicapai untuk perwakilan politik dari Myanmar untuk menghadiri" KTT, katanya, menjelaskan mengapa para menteri memutuskan mengundang perwakilan non-politik dari Myanmar, yang tampaknya berarti pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri di bawah junta.