Pemilu Usai, 40 Caleg Stres Daftar ke RS di Jakarta
Oleh: Djono W. Oesman
Sehari setelah Pemilu, 40 Caleg mendaftar perawatan gangguan jiwa ke RSUD Tamansari, Jakarta Barat. “Mereka daftar periksa jiwa lewat online,” kata Kepala Pelayanan Medik RSUD Tamansari, dr Ngabila Salama kepada wartawan, Kamis, 15 Februari 2024.
—---------
ORANG merasa punya gangguan jiwa yang mendaftar pemeriksaan itu, tidak semuanya Caleg. Ada juga anggota timses. Tapi, dr Ngabila tidak menyebut identitas pasien, termasuk tidak disebutkan, anggota timses siapa. “Pokoknya timses,” ujarnya.
Kok tahu, kalau itu timses? Dijawab Ngabila: “Tertera di kolom institusi pada blanko pendaftaran.”
Pendaftar dikenakan biaya Rp 250 ribu per orang. Nama pelayanannya, uji stres. Pendaftar online, lewat sini: bit.ly/skriningjiwarsudtamansari.
Tarif itu beda dengan tarif umum konseling psikiater di sana, yang Rp 60.000 per orang. “Yang jenis ini, jika ada rujukan BPJS dari FKTP maka gratis,” kata Ngabila.
Pasien akan dites. Jika dokter jiwa menyatakan pasien masih normal, maka tidak perlu dirawat. Tapi jika agak kurang waras, disebut Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) maka perlu perawatan dokter ahli jiwa. Sebab, kalau dibiarkan bisa tambah gila.
Ngabila: “Kebijakan RSUD Tamansari, mulai 20 Februari 2024, pendaftaran uji stres di sini gratis. Kalau sekarang masih berbayar.”
Ditentukan mulai 20 Februari 2024, sebab sejak saat itulah ada kepastian, apakah Caleg kalah atau menang. Tapi, baru sehari setelah Pemilu, sudah 40 orang daftar uji stres. Mungkin mereka terlalu dini untuk stres. Proses penghitungan suara belum selesai.
Ngabila menganjurkan masyarakat, terutama peserta Pemilu, agar mencegah stres. Caranya, selalu berpikir positif dan mengambil hikmah positif dari setiap peristiwa. Termasuk kalah di Pemilu.
Ngabila: “RSUD Tamansari pada kondisi tertentu yang terkontrol juga merawat kasus gangguan jiwa di rawat inap seperti: Skizofrenia, Skizoafektif, Bipolar, Gangguan mental organik, dan lainnya. Jika tidak memungkinkan, pasien akan dirujuk ke RS Soeharto Heerdjan atau RSKD Duren Sawit, Jakarta Timur.”
Peserta Pemilu 2024 lumayan banyak. Berdasar data KPU, jumlah Caleg DPRD DKI Jakarta 1.818 orang, sebagai Daftar Calon Tetap (DCT). Belum lagi untuk DPR RI, 9.919 orang dan DPD, 668 orang. Uniknya, ada juga anggota timses Capres yang diduga stres. Pasti, ini timses fanatik.
Fenomena ini rutin lima tahunan. Peserta Pemilu setelah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum, kalau kalah dilanjut mendaftar ke Rumah Sakit Jiwa. Sebab, peserta Pemilu bermodal besar. Kalau kalah stres, seperti di perjudian. Stres itu muncul mendadak, setelah pengumuman Quickcount.
Di Jakarta ada 13 RSUD yang kini siap menampung Caleg gagal. Itu belum termasuk 25 Puskesmas yang siaga untuk penanganan pertama gangguan jiwa. Pasien yang dinilai parah akan dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa.
Di RSUD Sayang, Cianjur, Jawa Barat, pasien parah akan dirujuk ke RSJ Lembang, Bandung Barat. Atau ke Marzoeki Mahdi.
Direktur Utama RSUD Sayang, Cianjur, dr Irvan Nur Fauzy kepada wartawan mengatakan, berbagai pelayanan akan dikerahkan untuk mengatasi caleg stres mulai dari kunjungan rumah sakit, ruang rawat inap, hingga rujukan perawatan di RSJ Lembang. Itu rutin dilakukan setiap selesai Pemilu.
Bagaimana bentuk gejala stres Caleg gagal? Irvan menjelaskan, begini:
“Banyak keluhan dari para Caleg yang dirasakan menjelang atau setelah Pemilu. Seperti, sakit kepala atau nyeri pada ulu hati. Namun setelah dicek dengan alat medis, semuanya normal. Itu menandakan psikosomatis. Tergantung pemeriksaan mendalam, derajat keparahannya seberapa.”
Dikutip dari laman World Health Organization (WHO) berjudul: Consequences of stress, disebutkan, tanda-tanda stres bervariasi. Berbeda-beda setiap orang. Tapi secara umum disebutkan begini:
Sulit konsentrasi, sulit rileks. Emosional tinggi, gampang marah, cemas. Tidak nafsu makan, atau makan terlalu banyak. Gejala klinis, sakit kepala atau nyeri bagian tubuh lainnya. Tapi jika diperiksa dengan alat medis, tidak ada masalah di kepala atau bagian tubuh pasien yang dirasa sakit.
Tidak cuma jadi Caleg, hidup semua manusia penuh tekanan pemicu stres. Tapi tidak semua orang stres akibat tekanan pemicu itu. Kebanyakan orang bisa mengatasi pemicu stres dengan cara yang bervariasi pula.
Sebagian besar orang mampu mengelola stres, dan tetap beraktivitas seperti biasa. Sebagian kecil orang tidak mampu mengatasi. Jika orang kesulitan mengatasi stres, wajib minta bantuan ke layanan kesehatan terpercaya.
Panduan manajemen stres WHO. Ini panduan self-help, atau mandiri.
Pertahankan rutinitas harian. Orang yang punya jadwal harian, dapat lebih terkendali. Jadwal makan harus teratur, waktu bersama anggota keluarga, olahraga, pekerjaan sehari-hari, dan aktivitas rekreasi.
Tidurlah yang banyak. Tidur yang cukup penting bagi tubuh dan pikiran. Kualitas tidur yang baik, membuat rileks dan meremajakan tubuh, membantu mengatasi efek stres.
Bersikaplah konsisten. Tidurlah pada waktu yang sama setiap malam dan bangun pada waktu yang sama setiap pagi, termasuk di akhir pekan. Jika memungkinkan, buatlah area tidur Anda tenang, gelap, santai dan pada suhu yang nyaman.
Batasi penggunaan perangkat elektronik, seperti TV, komputer, dan ponsel sebelum tidur. Hindari makan besar, kafein, dan alkohol sebelum tidur.
Berolahragalah. Aktif secara fisik di siang hari dapat membantu Anda lebih mudah tertidur di malam hari.
Terhubung dengan orang lain. Rutin bertemu keluarga dan teman-teman dan bagikan kekhawatiran dan perasaan Anda dengan orang-orang yang Anda percaya. Berhubungan dengan orang lain, membantu mengurangi stres.
Makan makanan sehat. Berolahraga.
Terpenting, batasi waktu mengikuti berita. Menghabiskan terlalu banyak waktu untuk mengikuti berita di televisi dan media sosial dapat meningkatkan kadar stres.
Bagian terakhir ini, cocok buat Caleg yang kira-kira bakal gagal. Semakin menyimak berita, terutama mengikuti hasil QC, pasti bakal semakin stres. Apalagi, kalau jumlah perolehan suara naik sangat lambat. Tapi, Caleg pasti akan terus memantau QC. Dengan harapan menang.
WHO tidak tahu bahwa sebagian Caleg di Indonesia bermodal uang utangan. Kalau ternyata kalah, ini yang sulit diatasi. Belum ada rekomendasi WHO untuk itu.