Pemilu Serentak Bingungkan Caleg Maupun Pemilih, Ini Faktanya
Pemilihan Umum (Pemilu), baik Pemilu Legislatif dan Pilpres, yang pertama kali digelar secara serentak di Indonesia, mulai meresahkan. Hal itu dirasakan beberapa calon anggota legislstif maupun pemilih karena dianggap membingungkan.
Disebabkan pemilih akan mencoblos lima lembar kartu suara secara bersamaan saat menggunakan hak pilihnya pada 17 April 2019. Lima kartu suara itu meliputi untuk pemilihan presiden, calon anggota DPR RI, DPRD I (Provinsi) DPRD II (Kabupaten/Kota) dan satu lagi untuk calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI).
Dengan sistem pemilu serentak seperti sekarang, sejumlah caleg yang ditemui ngopibareng.id di Jakarta maupun daerah lain, melontarkan penilain yang sama. Mereka merasa dirugikan. Pileg gaungnya kalah dengan Pilpres, yang setiap hari beritanya mendominasi media massa dan media sosial.
"Setelah diterima sebagai caleg dan membayar mahar ke partai, caleg dilepas untuk mencari suara sendiri," kata Agustin menceritakan pengalaman barunya menjadi caleg.
"Perasaan saya, nuansa Pemilu sekarang, hanya untuk memilih capres Jokowi atau Prabowo. Sedang untuk pemilihan calon anggota legislstif, nyaris tidak terdengar sama sekali," kata caleg DPR RI Agustin.
Caleg daerah pemilihan (Dapil) DKI, yang memiliki dua gelar akademis dari perguruan tinggi berbeda tersebut mengibaratkan dirinya sudah jungkir-balik dan menghabiskan biaya ratusan juta rupiah. Namun, belum terlihat hasilnya.
"Ngumpulkan massa sedikit demi sedikit melaui tatap muka dari rumah ke rumah, tahunya diserobot caleg lain yang lebih 'kuat'," keluhnya.
Gambar yang tertempel di pintu rumah warga, diganti gambar caleg lain katanya. Dukungan dari partai pun tidak ada.
"Setelah diterima sebagai caleg dan membayar mahar ke partai, caleg dilepas untuk mencari suara sendiri," kata Agustin menceritakan pengalaman barunya menjadi caleg.
Ia mengakui, jadi caleg karena coba-coba. Kebetulan ada partai baru yang membuka pendaftaran untuk caleg perempuan.
"Siapa tahu jadi dan bisa duduk di kursi dewan yang terhormat," celoteh Agustin.
Pengalaman serupa juga dialami Herlembang, calon anggota DPR RI Dapil Jawa Barat. Selain mencari suara untuk dirinya sendiri, juga wajib memenangkan Capres - Cawapres yang didukung partainya.
"Repotnya, Dapil saya sebagian besar penduduknya tidak mendukung Capres yang berkoalisi dengan partainya," tuturnya.
Sejumlah pemilih juga mengungkapkan kebingungannya menghadapi Pemilu. Mencoblos satu kartu suara saja bingung, apa lagi mencoblos lima kartu suara tambah bingung. Bisa bisa nggak dicoblos," kata Andreas, warga kompleks Seroja, Bekasi.
Menanggapi keluhan tersebut, Ketua KPU Arief Budiman menegaskan, KPU hanya melaksanakan undang-undang. Kalau sekarang lima kartu suara, Pemilu 2024 ditambah dua lagi menjadi tujuh kartu suara. Tambahan itu untuk pemilihan calon gubernur dan calon bupati atau wali kota.
"Ke depan terserah DPR dan pemerintah, cara seperti ini akan dipertahankan apa dirubah lagi," kata Ketua KPU.(asm)