Pemilik Bank Yudha Bhakti Diperiksa KPK
Hari ini KPK memanggil kembali pemilik Bank Yudha Bhakti, Tjandra Mindharta Gozali dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi perkara di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011—2016.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka NHD atau Nurhadi, bekas Sekretaris MA," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, saksi Tjandra tidak memenuhi panggilan penyidik KPK pada hari Kamis 25 Juni lalu, tanpa keterangan sehingga dijadwalkan ulang pemanggilannya pada hari ini.
Selain Tjandra, KPK juga memanggil enam saksi lainnya untuk tersangka Nurhadi, yaitu buruh harian lepas atau Ketua RW 003 Kelurahan Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Muhtar Sanusi, buruh harian lepas atau Ketua RT 003/RW 003 Kelurahan Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor Ayub.
Berikutnya, buruh harian lepas atau tukang kebun Mahmud, dua wiraswasta atau tukang kebun Ahmad Wahib dan Rahmat serta wiraswasta Sali.
KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait dengan kasus tersebut pada tanggal 16 Desember 2019.
Selain Nurhadi, dua tersangka lainnya, yakni Rezky Herbiyono (RHE), swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto (HSO) yang masih menjadi buronan KPK.
Diketahui, tiga tersangka tersebut telah dimasukkan dalam status daftar pencarian orang (DPO) sejak Februari 2020.
Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di salah satu rumah di Simprug, Jakarta Selatan, Senin 1 Juni.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun penerimaan suap tersebut terkait dengan pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar. Dengan demikian, akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan kasus Nurhadi tersebut ke arah dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) (ant/asm)
Advertisement