Pemerintah Tetapkan Darurat PMK, Minta Kerugian Diganti
Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB) menetapkan Status Keadaan Tertentu Darurat PMK pada hewan ternak melalui Surat Keputusan Kepala BNPB Nomor 47 Tahun 2022. Status diberikan setelah kasus PMK terus meningkat, mencapai 233.370 kasus aktif yang tersebar di 246 wilayah, per Jumat 1 Juli 2022.
Kasus PMK Meningkat
Menggunakan data Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS), Kementerian Pertanian (Kementan), angka penularan Penyakit Kuku dan Mulut (PMK) per Jumat 1 Juli 2022, telah mencapai 233.370 kasus aktif yang tersebar di 246 wilayah kabupaten dan kota di 22 provinsi.
Adapun lima provinsi dengan kasus PMK tertinggi adalah Jawa Timur dengan 133.460 kasus, Nusa Tenggara Barat 48.246 kasus, Jawa Tengah 33.178 kasus, Aceh 32.330 kasus, dan Jawa Barat sebanyak 32.178 kasus.
Status Darurat Lamban
Namun penetapan Status Darurat PMK dinilai lamban oleh Ketua Satgas PMK KPBS, dokter hewan Asep Rahmat. Ia justru menunggu penetapan status darurat sejak PMK mewabah.
“Kalau cepat ditetapkan sebagai wabah, penganggaran dana juga kan bisa segera. Ini saya minta ke sana, ke sini, ke dinas, obat-obatan kurang, tindakan vaksinasi juga terlambat,” ujar Asep kepada kompas.com, Sabtu 2 Juli 2022.
Asep mengaku pihak koperasi telah mengeluarkan dana darurat untuk menangani hewan-hewan ternak yang terjangkit PMK. Menurut Asep, pengobatan untuk hewan-hewan ternak yang terserang PMK ini membutuhkan biaya yang cukup besar karena tidak sedikit hewan yang sakit. “Sebelumnya memang ada sedikit bantuan dari pemerintah, tapi banyaknya kita (peternak dan koperasi) yang mengeluarkan,” katanya.
PMK Merugikan Peternak
Asep mengatakan bahwa keterlambatan penetapan status darurat wabah PMK menimbulkan kerugian ekonomi bagi peternak dan koperasi. Ia mengaku dirinya harus menjual tangki susu, karena susu yang mau diangkut juga sudah berkurang. "Daripada mobilnya hanya parkir di garasi, mending dijual untuk menutup biaya operasional,” papar Asep.
Meski demikian, Asep tetap bersyukur pemerintah akhirnya melakukan peningkatan upaya penanganan dengan menetapkan status darurat untuk wabah PMK. “Sekarang bersyukur sudah ditanggapi secara nasional, walaupun terlambat karena kasusnya sudah melandai,” katanya.
Adapun berdasarkan data milik KPBS, per 30 Juni 2022, kasus PMK di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berjumlah 5.605 kasus dengan kasus tertinggi berada di Desa Los Cimaung, yakni sebanyak 1.269 kasus.
Minta Ganti Rugi
Dari total kasus di Pangalengan, masih ada 2.046 ekor sapi yang sakit, 3.175 ekor sapi mulai membaik, 179 ekor sapi mati, dan yang telah dipotong sebanyak 205 ekor.
Asep pun berharap selanjutnya pemerintah dapat membantu meringankan beban para peternak dan koperasi yang mengalami kerugian saat menghadapi wabah PMK.
“Sapi-sapi yang mati atau dipotong karena PMK itu bisa diganti sama pemerintah. Dana-dana yang kami keluarkan untuk obat-obatan bisa ada perhatian dari pemerintah,” ujar Asep.
Asep menjelaskan bahwa daging dan susu dari hewan ternak aman dikonsumsi, meski saat ini wabah PMK masih merebak di sejumlah wilayah Indonesia.
Untuk pelaksanaan ibadah kurban saat Idul Adha, Asep mengimbau agar hewan-hewan ternak yang hendak dikurbankan dipastikan dalam kondisi sehat untuk meminimalisasi risiko penyebaran penyakit.
“Memang penyakitnya tidak menular ke manusia, tapi kan virusnya bisa menular ke hewan ternak lain yang rentan. Bisa jadi pemerataan virus nanti,” jelasnya.
Di samping itu, Asep juga meminta pemerintah untuk benar-benar menjelaskan kepada masyarakat tentang cara menangani hewan kurban di tengah wabah PMK. “Misalnya, (daging) segera dimasak tanpa perlu dicuci dan sisanya jangan dibuang sembarangan,” pungkas Asep.
Advertisement