Terapkan Metode Rapid Test Untuk Memutus Penularan Corona
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memutus mata rantai penuluran virus corona atau Covid-19. Terakhir upaya yang ditempuh Pemerintah RI dengan menerapkan tes Corona COVID-19 massal dengan metode rapid test. Rapid test ini dilakukan dengan cara menggunakan pengambilan sampel darah.
Pemerintah telah memesan 2 juta rapid test. Dan baru tiba 2000 dan langsung digunakan.
Juru bicara pemerintah khusus Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan,
rapid test massal ini bukan untuk mendiagnosis apakah seseorang positif atau tidak terkena virus corona COVID-19. Tidak semua orang akan diperiksa Covid-19. Namun, hanya mereka yang beresiko.
"Tes Corona massal ini baru tahap skrining saja, bukan untuk deteksi atau diagnosis pasti orang yang bersangkutan positif atau tidak kena COVID-19," kata Achmad Yurianto saat dihubungi Ngopibareng.id pada Sabtu 21 Maret 2020 malam.
Rapid test ini mulai dilakukan di wilayah Jakarta Selatan, yang masuk zona merah dalam penularan Covid-19.
Pria yang akrab disapa Yuri ini menambahkan, bila hasil screening dinyatakan positif, maka pasien akan kembali diperiksa dengan metode VCR. Sebab seseorang yang sudah sembuh juga masih bisa terdeteksi positif virus corona jenis baru atau Covid-19 ini.
Adapun gambaran awal rapid test yang akan diterapkan adalah darah yang akan diperiksa lebih lanjut, yakni dilihat dari reaksi imunoglobulin (protein yang disekresikan dari sel plasma yang mengikat antigen sebagai efektor sistem imun). Yang perlu diperhatikan, dalam rapid test yang diperiksa adalah imunoglobulinnya.
Dibutuhkan reaksi imunoglobulin dari seseorang yang terinfeksi corona paling tidak seminggu sebelum terinfeksi atau terinfeksi kurang dari seminggu. Upaya ini juga sudah diterapkan di negara-negara lain, yang terdapat kasus Covid-19.
"Skrining massal dengan metode imunoglobulin atau pengukuran antibodi di dalam sampel darah ini juga dilakukan oleh banyak negara terdampak virus Corona," ujar Yuri.
Tujuan dari skrining massal menggunakan rapid test ini adalah untuk membantu penanganan potensi penyebaran Covid-19. Yuri menuturkan, Alat rapid test sendiri merupakan kit test, seperti tes kehamilan.
Meski disebut-sebut sebagai tes corona massal, bukan berarti tes ini menyasar masyarakat secara luas per individu. Rapid test ini dilakukan kepada orang-orang yang dicurigai punya gejala Covid-19, berkontak dengan teman atau rekan kerja yang positif atau ada gejala Covid-19.
"Bukan masyarakat umum sesuai nomor KTP gitu. Tapi masyarakat yang sudah positif atau pernah berkontak dengan orang lain yang positif, atau ada gejala Covid-19. Misalnya, ada karyawan yang positif Covid-19. Nah, teman-teman satu kantor yang berhubungan dengan dia harus diperiksa. Skriningnya ini nanti yang menggunakan rapid test," jelas Yuri.
Bagi orang-orang yang menjalani rapid test tak perlu menunggu lama untuk mengetahui hasilnya. Sebab, hasil rapid test akan keluar secara cepat. Yuri menuturkan, hasilnya bisa keluar dalam hitungan menit.
Skrining dengan rapid test ini untuk mengetahui lebih dini apakah seseorang mengarah pada gejala Covid-19. Hasil skrining yang positif akan diuji menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) atau real time polymerase chain reaction (RT-PCR).
"Apabila dinyatakan positif, individu yang telah melakukan skrining melalui pendekatan ini (rapid test) akan diuji ulang dengan metode tes polymerase chain reaction (PCR) yang jauh lebih akurat," Yuri menegaskan.
PCR ini menggunakan sampel usapan (swab) lendir dan tenggorokan. Kita mengenalnya dengan metode swab tenggorok. PCR-lah yang akan menjadi acuan diagnosis, seseorang positif atau tidak COVID-19.
Isolasi diri dan konsultasi menjadi salah satu upaya dalam pelaksanaan skrining massal. Individu yang teridentifikasi positif dari hasil rapid test, tidak harus dirujuk ke rumah sakit rujukan.
"Tidak semua harus dirujuk ke rumah sakit rujukan. Namun, kondisi individu akan didiagnosis lebih lanjut, apakah memiliki gejala ringan atau tidak. Apabila terdiagnosis gejala ringan, pasien dapat melakukan isolasi diri secara mandiri,” jelas Yuri.
Selama isolasi diri di rumah, orang yang bersangkutan akan dipantau tenaga kesehatan setempat maupun dapat berkonsultasi secara virtual.
"Konsultasi secara virtual ini dengan menggunakan aplikasi online, misalnya, Halodoc dan aplikasi lain, yang mungkin nanti akan dikembangkan lebih lanjut. Kemudian pasien yang menunjukkan gejala sedang hingga berat akan dipindahkan ke rumah sakit rujukan," ujar Yuri.
Yuri juga menjelaskan update kasus corona di Indonesia. Hingga pukul 18.00 terdapat tambahan 81 kaus sehingga menjadi 450 kasus, dengan tambahan 4 pasien yang sembuh, total ada 20 orang yang sudah sembuh. Sedang yang meninggal menjadi 38 orang.