Pemerintah Sita 5,29 Juta Meter Pesegi Tanah Eks BLBI
Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk mengamankan seluruh aset obligor dan debitur yang telah disita oleh pemerintah. Paling tidak, aset-aset tersebut harus dibatasi dengan pagar.
"Saya berharap setelah ini tim BLBI lakukan pengamanan. Mungkin dibangun pagar agar terlihat jelas kepemilikan negara," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulis terkait Penguasaan Aset Eks BLBI oleh Satgas BLBI, Sabtu 11 September 2021.
Menurut Sri Mulyani Sejauh ini, pemerintah telah menyita 49 bidang tanah eks BLBI dengan luas 5,29 juta meter persegi. Tanah itu berada di Medan, Pekanbaru, Bogor, dan Karawaci. Salah satu tanah yang disita adalah milik PT Lippo Karawaci Tbk. Luas tanahnya 25 ha.
Ia mendapatkan keterangan dari bupati di Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar bahwa harga tanah di Karawaci sekitar Rp20 juta per meter. Walhasil, negara berpotensi meraup dana segar lebih dari Rp1 triliun kalau tanah di Karawaci dijual. "Aset yang berada di Karawaci 25 ha, menurut Pak Bupati sekarang per meter Rp 20 juta ya Pak, jadi pasti 25 ha nilainya triliunan," ujar Sri Mulyani.
Pemerintah akan mengatur pengelolaan untuk aset di Karawaci nantinya. Hal ini seperti penggunaan, pemanfaatan, dan hibah. "Penguasaan fisik sudah dilakukan oleh tim, pemasangan tanda bahwa aset ini dimiliki negara," jelasnya.
Untuk ke depannya, pemerintah akan terus mengejar aset obligor dan debitur BLBI. Sejauh ini, sudah ada 48 obligor dan debitur yang dipanggil untuk bernegosiasi mengembalikan kewajibannya kepada negara.
Selain itu, Satgas BLBI juga akan mengejar aset obligor dan debitur yang ada di luar negeri. Namun, ia mengakui hal itu akan sulit dilakukan. Pemerintah membeberkan dana BLBI yang harus dikembalikan obligor dan debitur mencapai Rp110,45 triliun.
Pemerintah secara tegas akan menarik dana tersebut melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pembentukan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
Dalam keterangannya, Menteri Keuangan tidak menyinggung soal Dokumen penanganan hak tagih negara dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tertanggal 15 April 2021 beredar ke publik.
Dalam dokumen tersebut, ada tujuh nama yang menjadi prioritas penanganan oleh Satgas BLBI. Tujuh nama obligor/debitur berserta utangnya yang tertera dalam dokumen tersebut sebagai berikut:
1. Trijono Gondokusumo (Bank Putra Surya Perkasa) dengan outstanding utang Rp4,8 triliun atau lebih tepatnya Rp4.893.525.874.669.
2. Kaharuddin Ongko (Bank Umum Nasional) dengan outstanding utang Rp7,8 triliun atau lebih tepatnya Rp7.831.110.763.791,18.
3. Sjamsul Nursalim (Bank Dewa Rutji) dengan outstanding utang Rp470 miliar atau lebih tepatnya Rp470.658.063.577.
4. Sujanto Gondokusumo (Bank Dharmala) dengan outstanding utang Rp822 miliar atau lebih tepatnya Rp822/254323.305,32.
5. Hindarto Tantular/Anton Tantular (Bank Central Dagang) dengan outstanding utang Rp1,4 triliun atau lebih tepatnya Rp1.470.120.709.878,01.
6. Marimutu Sinivasan (Grup Texmaco) Rp31 triliun atau tepatnya Rp31.722.860.855.522 dan US$3.912.137.144.
7. Siti Hardianti Rukmana dengan rincian utang:
-PT Citra Mataram Satriamarga Rp191.616.160.497
-PT Marga Nurindo Bhakti Rp471.479.272.418
-PT Citra Bhakti Margatama Persada Rp14.798.795.295,79 dan US$6.518.926,63.
Sejauh ini belum ada lembaga keuangan pemerintah maupun pihak obligor atau debitur yang memberikan konfirmasi terkait dokumen yang beredar di masyarakat tersebut.