Pemerintah Janjikan Harga BBM Takkan Naik
Jakarta: Harga bahan bakar minyak (BBM) yang dikendalikan pemerintah, yaitu jenis Premium dan solar, tidak akan naik pada April hingga Juni mendatang. Hal itu dinyatakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, menurutnya pemerintah berusaha menjaga harga BBM tetap stabil meski harga minyak dunia mulai naik.
Jonan mengatakan kenaikan belum mendesak mengingat, saat harga minyak dunia di bawah US$ 40 per barel tahun lalu, PT Pertamina (Persero) tidak menurunkan harga eceran untuk konsumen. "Kami usahakan April sampai Juni tidak akan naik. Sebab, masih ada cadangan yang bisa digunakan Pertamina untuk menutupi selisih saat harga minyak mentah naik," kata dia, di Energy Building, Sabtu, (25/3)
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi, I Gusti Nyoman Wiratmadja, menambahkan Pertamina seharusnya menjaga harga BBM seperti saat ini untuk mendorong stabilitas ekonomi nasional.
"Walaupun memang harga eceran berada di bawah nilai keekonomian Pertamina," ucapnya. Wiratmadja yakin "kerugian" Pertamina tidak akan berlangsung lama karena harga minyak dunia kembali turun. "Hanya perlu dikaji lagi, sampai sejauh mana penurunannya, akan berhenti di angka berapa."
Saat ini harga minyak Brent dan West Texas Intermediate (WTI) tercatat masing-masing US$ 50,56 dan US$ 47,7 per barel. Nilai komoditas itu naik seiring dengan rencana anggota Organisasi Eksportir Minyak Dunia (OPEC) mengurangi produksi masing-masing. Tapi tren harga minyak dunia bakal kembali menurun seiring dengan temuan cadangan baru dan kecenderungan beberapa negara untuk mempertahankan batas produksi maksimal.
Pemerintah mengevaluasi harga BBM terakhir pada 1 Januari 2017. Ketika itu harga Premium ditetapkan Rp 6.450 per liter dan solar Rp 5.150 per liter. Harga itu sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).
Tapi Pertamina mengajukan kenaikan harga dua jenis BBM itu mulai 1 April. Sebab, kata Direktur Pemasaran Pertamina, Iskandar, biaya perolehan BBM lebih besar ketimbang harga jualnya. "Kami mengusulkan agar harga sesuai dengan biaya keekonomiannya," kata dia, Kamis lalu.
Menurut Iskandar, biaya perolehan solar mencapai Rp 8.300 per liter dan Premium Rp 6.850 per liter. Sedangkan harga Premium di luar Jawa Madura dan Bali sebesar Rp 6.450 per liter. Saat harga acuan pasar Platts di Singapura (MOPS) mencapai US$ 55-60 per barel, Pertamina mengalami defisit dari penjualan solar sejak Oktober 2016 dan Premium sejak September 2016. (frd)