Pemerintah Ingin Transaksi Bisnis Online Tercatat
Jakarta: Bisnis online berkembang pesat, tapi berlangsung bebas tanpa pengawasan dan pantauan dari pemerintah. Kini pemerintah bermaksud ikut memantaunya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menginginkan transaksi perdagangan "online" (daring) yang terus meningkat seiring dengan kemajuan teknologi itu dapat tercatat resmi secara statistik.
Menurut Bambang, data statistik transaksi perdagangan "online" tersebut menjadi isu utama, dibandingkan hanya sekedar memikirkan pajak terhadap perdagangan "online" tersebut. Data tersebut berguna untuk mengetahui dampak perdagangan "online" ke pertumbuhan ekonomi, terlebih saat ini sektor ritel justru lesu di tengah perbaikan indikator makro.
"Saya tidak melihat pajaknya dulu, yang penting tercatat dulu di statistik. Pendataan itu sangat penting," ujar Bambang di Jakarta, Jumat (4/8).
Bambang menuturkan, pihaknya akan meminta ke Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memperbaiki mekanisme pengumpulan data agar juga bisa menangkap transaksi perdagangan "online", baik dari sisi pertumbuhan ekonomi (PDB) maupun konsumsi.
"Kita bisa melakukan eksplorasi perusahaan `online`, kan menggunakan perusahaan ekspedisi, meningkatnya seperti apa. Itu bisa menjadi gambaran tingginya transaksi `online`. Kalaupun sekarang terekam, masih terbatas. Statistik lihatnya masih ke ritel, `wholeseller`, perlu melihat perubahan untuk melihat ke `online`," kata Bambang.
Mantan Menteri Keuangan itu berharap perdagangan "online" harus masuk ke dalam sektor formal, tidak berkepanjangan menjadi sektor informal. Oleh karena itu, lanjutnya, memang harus ada penegasan mengenai posisi perdangangan "online" itu sendiri.
Bambang sendiri menyatakan dukungannya terhadap semakin berkembangnya perdangangan "online" di Tanah Air, dan merasa senang melihat banyak pengusaha muda yang sukses mengembangkan usaha rintis (startup) melalui "online".
"Yang penting adalah pencatatan statistik yang bisa diandalkan dan memang sesuai prinsip keseimbangan dalam persaingan dan perlu juga kewajiban membayar pajak. Saya melihat itu, bukan bagaimana kita menertibkan `online` dan memajaki," ujar Bambang.
Berdasarkan data Kominfo, nilai transaksi industri perdagangan "online" atau "e-commerce", telah mencapai sekitar Rp200 triliun. Pertumbuhan nilai penjualan bisnis "online" di Tanah Air diperkirakan akan terus meningkat mengingat di Indonesia saat ini terdapat sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna perangkat telepon pintar, yang merupakan pangsa pasar bagi bisnis "online". (ant)