Pemerintah Harus Jelaskan Program Pembangkit Listrik 35.000 MW
Pemerintah harus bisa menjelaskan program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW yang sejak awal digadang-gadang oleh Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Wapres M Jusuf Kalla (JK).
Program tersebut tidak gagal meski belum terealisasi penuh hingga saat ini. karena itu harusnya pemerintah jelaskan program listrik 35.000 MW bukan gagal, tapi memang harus disesuaikan karena ada perubahan kondisi," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa di Jakarta, Senin.
Menurut dia, program pembangunan pembangkit dengan total 35.000MW hingga 2019 tadinya memang direncanakan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tujuh persen dan pertumbuhan listrik di atas 8,5 persen per tahun.
Namun kenyataannya sepanjang Pemerintahan Jokowi-JK, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai rata-rata lima persen dan pertumbuhan listriknya hanya tumbuh kurang dari lima persen.
"Memang asumsi-asumsi 35.000MW tidak valid dan kita sebenarnya tidak butuh tambahan kapasitas 35.000MW pada 2019," katanya.
Fabby menuturkan, sejak 2017 lalu pemerintah dan PT PLN sudah menjadwal ulang pembangunan pembangkit dari yang seharusnya selesai pada 2019 menjadi 2023-2024.
Ia merinci sekitar 2.000 MW telah beroperasi saat ini karena merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) yang masa konstruksinya kurang dari setahun. Sebanyak 15.000MW tengah dalam konstruksi, sisa 14.000 MW ditunda hingga 2021, dan sekitar 2.000MW sisanya belum dimulai/direncanakan.
"Jadi memang begitu kondisinya dan memang perlu di-'review' dan sudah dilakukan. Sah-sah saja pemerintah ubah target," katanya.
Kondisi program listrik 35.000 MW tersebut ditengarai akan jadi salah satu hal yang dibahas dalam Debat Capres kedua 17 Februari mendatang.
Program litsrik 35.000 MW merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk menciptakan kemandirian energi dengan memanfaatkan secara optimal sumber-sumber energi terbarukan. (an/ar)