Pemerintah Harus Hati-hati Bicara Soal Jagung
Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika mengemukakan pemerintah harus berhati-hati berbicara soal isu jagung yang saat ini disebut mengalami produksi yang surplus ini.
"Kementerian Pertanian perlu berhati-hati dalam mengklaim isu surplus jagung," kata Yeka Hendra Fatika ketika menjadi pembicara dalam diskusi "Data Jagung yang Biking Bingung" yang diselenggarakan di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, jagung atau padi biasanya digunakan di lahan yang sama, sehingga biasanya petani dalam satu musim bisa saja menanam padi setelah menanam jagung.
Padahal, ia mengingatkan bahwa angka produksi padi sudah dikoreksi oleh BPS, dengan overestimasi sebesar 43,43 persen, sehingga produksi jagung juga berpotensi mengalami hal yang sama.
"Di jagung, saya haqqul yaqin juga terjadi overestimasi. Angka overestimasinya bisa berada di atas padi," paparnya.
Yeka menyoroti bahwa Kementan mencatat surplus jagung sebesar 12,92 juta ton, yang disebabkan adanya luas panen jagung 2018 sekitar 5,3 juta hektare.
Maka dengan asumsi 1 hektare memerlukan benih jagung rata-rata sebesar 20 kilogram, maka pada 2018 memerlukan benih jagung sebanyak 106.000 ton benih.
Padahal, lanjutnya, kapasitas produksi benih nasional diperkirakan tidak pernah melebihi 60.000 ton benih.
Peneliti Visi Teliti Saksama Nanug Pratomo mengingatkan bahwa kondisi permintaan terhadap jagung masih belum mencapai keseimbangan dengan jagung yang diproduksi.
Selain itu, ujar dia, disorot pula mengenai persoalan panjangnya rantai distribusi yang menjadi salah satu penyebab mengapa harga jagung fluktuatif.
"Selama jagung belum bisa 'full' memenuhi kebutuhan dalam negeri, impor jagung dibutuhkan, setidaknya dalam jangka pendek," paparnya.
Sedangkan Presidium Agri Watch Dean Novel menyatakan banyak kalangan berulang-ulang mengingatkan tentang carut marut pengeloan pangan khususnya jagung apalagi kebutuhan konsumsi pakan peternak diperkirakan akan terus meningkat. Dean Novel mengusulkan adanya sistem dan mekanisme pertanian yang berkelanjutan. (an/ar).