Pemerintah Dinilai Belum Tegas, Ini Sikap Pemuda Muhammadiyah
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah sekaligus Pendiri Madrasah Antikorupsi Dahnil Anzar Simajuntak menilai bahwa komitmen Presiden Jokowi terhadap pemberantasan korupsi masih diragukan, langkah politik pemerintahan Jokowi dirasa belum berpihak pada gerakan anti korupsi.
"Hari ini presiden kehilangan komitmennya," ujar Dahnil. Padahal, menurut Dahnil kunci utama pemberantasan korupsi yang paling ampuh adalah peran Presiden.
"Sebab hampir selalu kasus KPK yang berhubungan dengan polisi, KPK tidak punya nyali," tegas Dahnil.
Hal itu diungkapkan dalam kaitan kegiatan Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah menggelar Diskusi Berseri Madrasah Anti Korupsi bertajuk "Catatan Akhir Tahun 2017: Satu Tahun Politik Anti Korupsi Pemerintahan Jokowi" bertempat di aula gedung PP Muhammadiyah Menteng, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Selain Dahnil Anzar Simajuntak, tampil sebagai pembicara adalah Wakil Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW)Ade Irawan, Aktivis HAM dan Anti Korupsi Haris Azhar.
Tidak jelasnya kasus Novel sampai saat ini adalah bukti komitmen presiden yang dinilai lemah. Dahnil menyayangkan ketidakseriusan penyelesaian kasus Novel, termasuk adanya perusakan alat bukti. Sebab menurutnya jika kasus ini diproses dengan serius maka akan nampak jelas siapa-siapa dari para oknum petinggi negara yang terlibat kejahatan terhadap negara.
Dahnil juga menyampaikan kekhawatirannya terkait permisivisme agenda pemberantasan korupsi dengan menyertakan contoh ujaran beberapa tokoh yang mengerdilkan bahaya korupsi dengan perbandingan yang tidak tepat.
"Misalnya adalah ucapan seperti SARA jauh lebih berbahaya daripada korupsi. Padahal dalam Islam, korupsi adalah sumber utama segala kejahatan.Setiap kejahatan seperti terorisme sampai narkoba, selalu ada gejala dan praktek rente," imbuhnya.
Sebagai penutup, Dahnil mengungkapkan bahwa pekerjaan rumah kita hari ini adalah menyadarkan kembali presiden yang kehilangan komitmennya. (adi)