Pemerintah di Jatim Belum Terapkan Keterbukaan Informasi Publik
Malang Corruption Watch (MCW) Malang, menyesalkan beberapa pemerintahan Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur masih belum menerapkan keterbukaan informasi publik.
Hal itu disampaikan Wakil Koordinator MCW, dalam kegiatan Laporan Tengah Tahun 2019 di Ruang 101-102 Lantai 1 GKB IV, Gedung Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jl. Raya Tlogomas 126, Kota Malang, Selasa, 23 Juli 2019.
Lanjutnya, dalam proses mengakses Informasi dan penggalian data terhadap kasus-kasus penggelapan dana di instansi pemerintahan seringkali tidak berhasil.
"Permohonan Information beberapa kali di beberapa pemerintahan tidak berhasil dengan berbagai alasan," katanya.
Ia menilai, pemerintah di Jawa Timur kurang melek terhadap keterbukaan Informasi, "Padahal keterbukaan informasi dijamin oleh UU No 14 tahun 2008," kata Atha.
Senada dengan Atha, penasihat pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nanang Farid Syam, mengatakan pemerintah kurang terbuka dalam sistem pelaporan keuangan.
"Birokrasi sekarang tidak mau tahu dan masyarakatnya tidak boleh melapor untuk penegakan hukum," katanya.
Nanang mengatakan, kelemahan keterbukaan informasi tersebut terkait dengan maraknya penggelapan uang di berbagai daerah.
"Inilah yang dijual konteks politiknya. Kita tahu gaji wali kota kurang lebih 10 juta, tiba-tiba 3 tahun kemudian sudah punya Rp60 miliar," katanya.
Nanang juga mengaku, penggelapan dana paling banyak dari pengadaan barang dan jasa. "Perbuatan curang diantaranya pengadaan barang dan jasa yang paling banyak," ujarnya.
Dalam catatan MCW, setidaknya ada 4 kepala daerah yang diputus bersalah karena diduga menerima suap fee proyek.
Mereka adalah Bupati Tulungagung yang menerima suap fee proyek dinas PUPR Rp77 milyar, Wali Kota Blitar menerima suap fee proyek Rp6 milyar, Wali Kota pasuruan menerina suap Rp3 milyar, Bupati Malang menerima suap Rp5 milyar. (teo)
Advertisement