Pemerintah Bantah Masukkan UAS Dalam Daftar Pendakwah Radikal
Pemerintah membantah telah membuat daftar nama-nama penceramah radikal seperti ysng beredar di media sosial. Dalam list tersebut setidaknya terdapat 180 nama pencermahah yang dicap radikal. Sejumlah pendakwah tenar, seperti Ustaz Abdul Somad, Felix Siauw, masuk daftar itu.
Menanggapi hal itu, Ustaz Abdul Somad (UAS) sebelumnya menanggapi daftar 180 penceramah radikal yang beredar di sosial media. Ia mengatakan bahwa penting untuk memastikan daftar itu bukan berita bohong atau hoaks.
Selain itu, menurutnya, jika memang ia dan pendakwah lainnya bersalah, ia meminta untuk pihak-pihak berwenang menunjukkan kesalahannya sekaligus menentukan hukuman jika memang terbukti.
"Pertama pastikan apakah ini hoaks atau haq (kebenaran), jangan sampai masyarakat menelan hoaks," ujarnya Jumat
"Kedua, kalau ada orang bersalah, tunjukkan kesalahannya. Kalau bersalah, pastikan hukumannya. Jangan sampai orang dibuat terkait bertanya-tanya," lanjut UAS.
Lebih jauh ia meminta masyarakat untuk lebih berhati-hati dengan berbagai isu yang beredar. Pasalnya, dengan berbagai kondisi sulit di tengah masyarakat, rentan terjadi kesalahpahaman.
"Masyarakat yang sedang sakit itu biasanya lebih sensitif. Masalahnya bukan kepada itu, tapi (itu sebenarnya) hanya jadi pemicu, maka berhati-hati lah," paparnya.
UAS pun mengingatkan keberagaman dan kerukunan masyarakat Indonesia yang selama ini telah dijaga. Menurutnya, agar isu yang beredar tidak memecah belah masyarakat.
Tak hanya itu, menurutnya tetap penting untuk berusaha atau ikhtiar menjaga keberagaman Indonesia.
"Kebhinekaan (ini) berabad-abad kita menjaga, memeliharanya. Jangan sampai dia rusak di zaman kita, karena dia akan menjadi cerita sejarah yang tidak baik buat anak-anak kita," kata UAS.
BNPT dan KSP Membantah
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kantor Kemenyerian Agama dan Kantos Staf Presiden (KSP) kompak menyebut lists nama pendakwah radikal itu hoaks atau bohong.
BNPT, Kemenag maupun KSP menegaskan pihaknya tak pernah menerbitkan daftar penceramah radikalisme. Daftar itu sempat beredar di media sosial beberapa waktu terakhir.
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid menjelaskan bahwa pihaknya hanya mengeluarkan ciri-ciri penceramah radikalisme. Ia menyatakan BNPT tak memiliki wewenang lebih dari itu.
"Jadi kalau ada keluar list itu, itu bukan dari BNPT," kata Nurwakhid kepada wartawan, Jumat 11 Maret 2022.
Menurutnya, BNPT bekerja merujuk pada Undang-undang sehingga hanya berfungsi untuk mengoordinasikan dan melakukan pencegahan terorisme.
Oleh sebab itu, pihaknya merilis ciri-ciri penceramah radikal yang telah dikaji sebelumnya. Sehingga, masyarakat dapat memantau sikap-sikap dari penceramah yang diundang.
"Apakah di luaran apa benar atau tidak kan masyarakat bisa melihat dan bisa menilai apakah sesuai dengan ciri-ciri atau indikator itu. Kalau ternyata sesuai ya jangan diundang, untuk hati-hati," pesannya..
Meski telah merumuskan indikator itu, Nurwakhid menjelaskan bahwa pihaknya juga tak akan melakukan assesment terhadap para penceramah di Indonesia.
Ia mengatakan bahwa Kementerian Agama merupakan lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan itu. "Assesment, itu otoritas dari Kementerian Agama atau juga MUI ya," ujarnya.
Senada dengan BNPT, Kantor Staf Presiden (KSP) juga membantah kabar pemerintah membuat daftar penceramah radikal. Pernyataan itu merespons kabar di media sosial soal daftar 180 nama penceramah radikal yang mencantumkan nama Ustaz Abdul Somad, Felix Siauw, dan Ismail Yusanto.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Rumadi Ahmad menyampaikan kabar tersebut tidak benar. Dia mengimbau masyarakat tak terpancing dengan kabar itu, katanya melalui pesan singkat.
Sementara itu, Ustaz Abdul Somad (UAS) sebelumnya menanggapi daftar 180 penceramah radikal yang beredar di sosial media. Ia mengatakan bahwa penting untuk memastikan daftar itu bukan berita bohong atau hoaks.
Selain itu, menurutnya, jika memang ia dan pendakwah lainnya bersalah, ia meminta untuk pihak-pihak berwenang menunjukkan kesalahannya sekaligus menentukan hukuman jika memang terbukti.
"Pertama pastikan apakah ini hoaks atau haq (kebenaran), jangan sampai masyarakat menelan hoaks," ujarnya Jumat
"Kedua, kalau ada orang bersalah, tunjukkan kesalahannya. Kalau bersalah, pastikan hukumannya. Jangan sampai orang dibuat terikat bertanya-tanya," lanjut UAS.
Lebih jauh ia meminta masyarakat untuk lebih berhati-hati dengan berbagai isu yang beredar. Pasalnya, dengan berbagai kondisi sulit di tengah masyarakat, rentan terjadi kesalahpahaman.
"Masyarakat yang sedang sakit itu biasanya lebih sensitif. Masalahnya bukan kepada itu, tapi [itu sebenarnya] hanya jadi pemicu, maka berhati-hati lah," paparnya.
UAS pun mengingatkan keberagaman dan kerukunan masyarakat Indonesia yang selama ini telah dijaga. Menurutnya, agar isu yang beredar tidak memecah belah masyarakat.
Tak hanya itu, menurutnya tetap tetap penting untuk berusaha atau ikhtiar menjaga keberagaman Indonesia.
"Kebhinekaan [ini] berabad-abad kita menjaga, memeliharanya. Jangan sampai dia rusak di zaman kita, karena dia akan menjadi cerita sejarah yang tidak baik buat anak-anak kita," kata UAS.
"
Advertisement