Pakar Komunikasi: Rekomendasi Free To Air Perlu Didialogkan
Pakar komunikasi publik Universitas Airlangga Dr Suko Widodo mengatakan, rekomendasi siaran free to air di lembaga penyiaran berlangganan harus didialogkan lagi dengan tv-tv swasta.
"Karena masih banyak tv-tv swasta yang masih keberatan siarannya dimasukkan ke dalam tv berlangganan. Ini harus dibicarakan bersama, untuk mencari solusi apa yang menjadi keberatan tv-tv swasta itu," katanya.
Dikatakan Suko, negara sesuai dalam UU Penyiaran, negara memang wajib memfasilitasi publik dalam akses informasi melalui lembaga penyiaran.
"Negara memang wajib memfasilitasi publik dalam akses siaran publik, karena ada lembaga penyiaran publik seperti TVRI. Tapi, kalau TV swasta tidak memiliki kewajiban, karena swasta memiliki keterbatasan anggaran dalam membangun pemancar terestrial," kata Suko Widodo, dihubungi lewat sambungan telephone.
Menurutnya, kalau negara memang ingin mewajibkan TV swasta untuk memasang pemancar di daerah perbatasan atau wilayah dengan ekonomi rendah, tentu harus dengan pertimbangan yang rasional dan mendasar dari kebijakan tersebut.
"Seharusnya masalah pemenuhan siaran publik ini, bisa ditangani dengan peraturan yang sudah ada dalam undang-undang 32 tahun 2002 tentang aturan berjejaring," kata Suko.
Menurut Suko, untuk mensiasati tv swasta yang free to air bisa dinikmati di daerah blank spot maka harus berjejaring dengan tv lokal, misalnya dalam konten siaran tv swasta bisa isi slot siaran di tv lokasl 2 - 3 jam tiap harinya.
"Kalau ini dipenuhi tentu masalah penyiaran publik didaerah bisa teratasi. Tapi kebanyakan TV swasta sekarang inginya buka biro di daerah dan ini pasti butuh biaya," katanya.
Namun demikian, KPI harus lebih tegas dalam menegakkan aturan. Karena selama ini aturan yang dilanggar oleh TV swasta.
"Kualitas siaran juga harus diperbaiki, karena beberapa saluran TV swasta hanya menghadirkan konten sesuai dengan pasar. Ini juga harus disikapi oleh KPI," kata Suko.
Diinformasikan, dalam Rapat Koordinasi Nasional KPI se-Indonesia di Banjarmasin, telah mengeluarkan rekomendasi bahwa program siaran free to air gratis di Lembaga Penyiaran Berlangganan.
Rekomendasi ini karena KPI sedang menjaga kepentingan masyarakat di wilayah ekonomi kurang maju dan wilayah perbatasan yang hanya bisa mengakses siaran tv swasta menggunakan perangkat parabola dan berlangganan tv kabel.
Selain itu menurut dikutip Antara, keluarnya rekomendasi ini juga dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui penyiaran.
Apa yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran Berlangganan (satelit dan kabel) yang telah menyalurkan program siaran TV-TV swasta free to air sesungguhnya telah membantu pemerintah dalam menjamin hak masyarakat atas informasi.
Sikap KPI tersebut, menurut dia, juga telah sejalan dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2) huruf b Undang-Undang Penyiaran.
Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa Lembaga Penyiaran Berlangganan oleh Undang-Undang Penyiaran diharuskan menyediakan dan menyalurkan paling sedikit 10 persen dari kapasitas kanal salurannya untuk menyalurkan program siaran TVRI dan program siaran TV-TV swasta free to air.
Selain rekomendasi siaran free to air di Lembaga Penyiaran Berlangganan, KPI juga telah merekomendasikan kepada Kemenkominfo agar melibatkan KPI dalam perluasan wilayah layanan Lembaga Penyiaran Berlangganan yang menyangkut perluasan wilayah antarprovinsi, serta notifikasi kepada KPI berkenaan pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.