Pembunuhan Massal di Myanmar, Menuai Kecaman Dewan HAM PBB
Dewan HAM PBB, mengecam pembunuhan masal di Myanmar dan menuduh militer melakukan dugaan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan sejak kudeta tahun lalu.
Kantor HAM PBB mendesak masyarakat internasional untuk mengambil langkah segera untuk menghentikan spiral kekerasan di Myanmar.
Sebagai informasi, militer Myanmar merebut kekuasaan dan menggulingkan pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari tahun lalu. Selain Aung San Suu Kyi, militer Myanmar juga melakukan penangkapan terhadap petinggi partai pengusung Suu Kyi, Natio League for Democration (NLD).
Dalam laporannya, Kepala HAM PBB, Michelle Bachelet mengatakan militer dan pasukan keamanan Myanmar telah melakukan pengabaian terhadap kehidupan manusia. PBB mencatat sejumlah serangan udara dan senjata berat yang membombardir daerah padat penduduk. Dengan sengaja, catatan dewan HAM PBB, serangan tersebut menargetkan warga sipil dan menangkap sejumlah warga dengan sewenang-wenang.
Serangan Terencana Rezim Militer
“Kami benar-benar dapat mengidentifikasi pola selama satu tahun terakhir, yang menunjukkan bahwa ini adalah serangan terencana, terkoordinasi dan sistemik. Ada indikasi yang jelas bahwa itu akan menjadi kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata juru bicara dewan HAM PBB, Ravina Shamdasani, sebagaimana Channel News Asia lansir dari AFP, Selasa 15 Maret 2022.
“Ini adalah indikasi paling jelas dari pemberlakuan kejahatan ini,” sambungnya.
Laporan tersebut juga memaparkan ada sekitar 1.600 orang terbunuh oleh pasukan keamanan dan afiliasinya. Sementara itu, ada 12.500 orang yang ditahan oleh militer.
Tidak hanya itu, 440.000 warga Myanmar mengungsi dan 14 juta warga membutuhkan bantuan kemanusiaan yang mendesak. Pada saat yang bersamaan, militer memblokir pengiriman bantuan kemanusiaan untuk daerah-daerah baru dan daerah yang kebutuhan sudah tercukupi.
“Tindakan yang berarti oleh komunitas internasional sangat dibutuhkan untuk menghentikan lebih banyak lagi individu yang kehilangan hak hidup dan mata pencaharian mereka,” kata Bachelet.
“Luasnya skala pelanggaran hukum internasional yang mengerikan oleh rakyat Myanmar membutuhkan tanggapan internasional yang tegas dan terpadu,” sambung Bachelet.
Rencananya, laporan tersebut dirilis untuk sesi reguler ke-49 pertemuan negara anggota dewan HAM PBB yang berlangsung hingga 1 April. Bachelet sendiri akan menyampaikan laporan itu kepada dewan pada 21 Maret mendatang