Pembunuh Mahasiswa UI Terilhami Pablo Escobar
Oleh: Djono W. Oesman
Ada faktor kebetulan, sehingga pembunuhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) terungkap cepat. Kebetulan, Akbar, 22, muncul ketika polisi olah TKP. Akbar adalah mahasiswa UI, teman sekamar kos dengan pelaku, Altafasalya Ardnika Basya, 23.
—---------
Itu diceritakan Akbar kepada wartawan, Senin (⅞) malam. “Kebetulan saya sedang di kampus, diberitahu dosen pada Jumat (4/8) siang. Bahwa ada mahasiswa UI namanya Zidan, meninggal,” katanya.
Kebetulan pula, Akbar kenal korban Muhammad Naufal Zidan, 19. Tempat kos Akbar dan Zidan tidak jauh. Mereka juga sama-sama mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Program Studi Sastra Rusia. Akbar juga ketua Himpunan Mahasiswa Sastra UI.
Setelah Akbar diberitahu dosen, kebetulan lagi ia sedang kosong jadwal kuliah. Maka, ia menjenguk tempat kos Zidan di belakang kampus UI. Tepatnya di Jalan Plakali Raya, Kukusan, Beji, Depok.
Tiba di lokasi, Akbar kaget. Banyak polisi. Ia langsung diberondong pertanyaan polisi. “Saya jawab semua. Saya juga ketua Himpunan Sastra UI, juga teman Zidan. Saya tahunya Zidan meninggal dari dosen."
Kemudian polisi menunjukkan ke Akbar rekaman kamera CCTV. Di situ tampak pria berjalan masuk lokasi kos. Juga keluar, lalu masuk lagi, dan keluar lagi. “Kamu kenal, siapa yang baju hitam ini?” tanya polisi.
Dijawab Akbar: “Itu Altaf, teman sekamar kos dengan saya.”
Langsung, tim polisi bergerak bersama Akbar menuju kamar kos Akbar. Di Wisma Ladika, Jalan Masjid Al Faruq, Kukusan, Beji, Depok. Tidak jauh dari TKP. kamar itu ditempati Akbar, Altaf dan Ivan.
Ternyata Altaf tidak di kamar. Tim polisi menunggu di situ. Beberapa jam kemudian Altaf pulang. Segera ditangkap, diinterogasi, mengakui perbuatannya.
Akbar sudah lebih setahun sekamar kos dengan Altaf. Paham perilaku Altaf sehari-hari. Pola tidurnya tidak menentu. Kadang tidak tidur semalaman, esoknya berkegiatan. Kadang tidur terus sepanjang siang.
Menurut Akbar, perubahan mencolok pada Altaf, sejak dua bulan terakhir berubah jadi pendiam. “Ia tidak cerita, saya juga tidak tanya. Tapi keliatan ia selalu murung, dua bulan terakhir.”
Tiap malam Altaf selalu nonton film streaming serial Narcos. Film ini terbagi tiga sesi. Satu sesi terdiri sepuluh episode. Total 30 episode. Jadi, setiap malam Altaf nonton film itu.
Film Narcos mengisahkan kisah nyata hidup raja narkoba Pablo Escobar. Penjahat asal Kolombia ini sudah jadi legenda dunia. Ia kebal hukum. Raja tega. Membunuh semua lawan.
Sesi satu menceritakan awal Pablo membangun kerajaan bisnis narkoba. Sesi dua ia berjaya dan kebal hukum. Sesi tiga proses kejatuhan Pablo, sampai dimakamkan 3 Desember 1993.
Seperti diberitakan, Altaf membunuh Zidan pada Rabu, 2 Agustus 2023 malam. Dengan cara ditikam pisau lipat, sepuluh tusukan. Di malam itu pula Altaf membungkus jenazah Zidan dengan kantong plastik hitam besar, dan menaburi kapur barus, bungkusan didorong ke kolong ranjang. Altaf mengambil macbook, iphone dan dompet korban.
Motif pembunuhan sudah terungkap jelas, dipublikasi detil.
Ada jeda dua hari, dari pembunuhan sampai penemuan jenazah Zidan oleh pamannya, Teguh Setiadji. Apa yang terjadi pada Altaf selama dua hari itu?
Akbar: “Saya tidak perhatikan. Tapi biasa saja. Ia selalu pulang sekitar pukul 12 malam. Pada Rabu ia pakai baju hitam. Pada Kamis ia pakai baju putih. Pada Kamis ia pulang tampak keringatan. Kelihatan jelas, karena bajunya putih.”
Tidak ada yang mencolok di mata Akbar. Karena, mereka tidak komunikasi intens. Mereka hidup sekamar, dengan urusan sendiri-sendiri. Yang jelas, seperti biasa, Altaf nonton film Narcos.
Altaf membunuh Zidan bukan semata-mata terinspirasi Pablo Escobar di film itu. Tidak serta-merta. Tapi mungkin ia terinspirasi hidup mewah seperti Escobar. Terbukti, ia biasa main kripto. Perdagangan mata uang. Bisa langsung kaya, bisa juga bangkrut total.
Sebagai mahasiswa, Altaf tentu tidak bermodal ratusan juta rupiah main kripto. Tapi ia rugi Rp 80 juta, lantas utang Pinjol buat main lagi. Kalah lagi. Di situlah ia terbelit utang, akhirnya membunuh Zidan untuk menguasai hartanya.
Mungkin, Altaf pengagum Escobar. Jumlah pengagum Escobar di dunia ada jutaan orang.
Mark Bowden dalam bukunya, berujudul “Killing Pablo: The Hunt for the World's Greatest Outlaw” (2015) menyebutkan, ada jutaan orang penggemar Escobar. Bahkan, saat pemakaman Escobar, 3 Desember 1993 ada lebih dari 20 ribu pelayat. Sebagian orang berebut membuka peti, sekadar menyentuh wajah Escobar.
Sampai dikerahkan 3.000 polisi untuk menghalau massa. Sampai keluarga Escobar sendiri kesulitan menuju ke pemakaman.
Orang bisa beranggapan, bahwa Altaf suka nonton film Narcos, akhirnya membunuh temannya. Maka, menonton film kriminal berbahaya buat remaja dan anak muda.
Sesungguhnya tidak ada hubungan langsung antara film kriminal dengan perilaku individu. Tapi, Escobar kecil adalah anak yang santun, rendah hati dan polos. Ayahnya peternak sapi, ibunya guru SD. Kejahatan pertamanya adalah mencuri batu nisan lalu menjualnya. Kenakalan remaja biasa.
Kesederhanaan Escobar itulah yang memikat publik, meskipun lebih banyak orang yang membenci. Akibat Escobar berdagang narkoba, banyak remaja mati over dosis narkoba.
Perjalanan hidup anak yang polos, sampai menjadi gembong narkoba yang tak ragu membunuh, jadi tontonan menarik. Sehingga lembut, tidak langsung, meracuni hidup mewah sebagai penjahat.
Tersangka Altaf ingin cepat hidup mewah, bukan dengan jadi penjahat. Melainkan main kripto. Karena pikirnya, kalau berkarir biasa, tentu sangat lama menuju kaya. Sekaya Escobar. Bahkan mustahil bisa sekaya Escobar.
Tapi kripto, tahu sendiri betapa dahsyat daya pikatnya. Bikin kecanduan. Mirip judi. Dan, jika kalah bisa membikin pemain gelap mata. Seperti Altaf.
Kasus Altaf heboh. Dicermati masyarakat secara mendalam. Mengapa, mahasiswa UI bisa begitu? Tentunya ini jadi pelajaran bagi banyak orang yang bisa mengambil hikmah dari peristiwa.
*) Wartawan senior