Pembunuh Gila Korban Acak
Oleh: Djono W. Oesman
Dibunuh orang gila. Ini kesimpulan sementara polisi pada pembunuhan di Mal Central Park, Tanjung Duren, Jakarta Barat. “Pelaku dan korban tidak kenal. Tidak ada dendam. Juga bukan perampokan,” kata polisi. Maka, korban tewas konyol oleh orang gila.
—----------
Pelaku pria inisial AH, 26, memang sudah membawa pisau dari rumah. Dan ia menunggu di jalan parkir kendaraan di area luar lobi Mal Central Park ketika korban wanita, FD (44) belum berada di lokasi. Pelaku seperti menunggu korban.
Kapolsek Tanjung Duren, Kompol Muharam Wibisono Adipradono kepada wartawan menceritakan kronologi kejadian, berdasar keterangan tujuh saksi dan rekaman kamera CCTV.
Selasa, 26 September 2023 pukul 07.00 WIB, korban FD yang tinggal di Apartemen Central Park, keluar dari tempat tinggal. Tujuan: Menuju kantor untuk bekerja, berlokasi di Central Park juga.
Sebelum keluar apartemen, FD sempat berpamitan ke suami. Sang suami juga bekerja di tempat yang sama dengan FD, tapi hari itu suami ditugaskan ke luar kota, dan belum berangkat.
Tak lama, Apple Watch milik FD mengirim sinyal SOS, tanda bahaya ke telepon seluler suami. Segera, suami menelepon FD. tidak diangkat. Suami juga menelepon ke kantor, dijawab resepsionis, FD belum masuk kantor.
Padahal, waktu tempuh dari apartemen FD ke kantor tak sampai 10 menit. Karena sama-sama di gedung Central Park. FD cukup turun via lift lalu jalan sedikit menuju kantor.
Sang suami menelepon FD lagi. Tidak diangkat lagi. Telepon ke kantor lagi, juga dikatakan belum datang. Maka, suami turun menapak tilas jalur FD menuju kantor.
Tiba di luar lobi, ia melihat orang berkerumun pada sesosok perempuan tergeletak di jalan menuju tempat parkir. Ternyata itulah FD berlumuran darah. Suami syok. FD dilarikan ke rumah sakit, tapi sudah tewas sebelum tiba di RS.
Kompol Wibisono: “Tim kami tiba di lokasi saat korban masih tergeletak di jalan dekat lobi mal. Tapi kelihatannya sudah meninggal. Sedangkan pelaku AH diamankan sekuriti mal, lalu diserahkan ke kami.”
Tujuh saksi diperiksa polisi. Juga polisi menganalisis rekaman beberapa CCTV di lokasi. Hasilnya, pelaku AH sudah berada di TKP sebelum FD melewati jalan itu. AH sudah membawa pisau, berdiri celingukan, seperti menunggu orang.
Begitu FD lewat di situ, tanpa dialog, tahu-tahu AH menikam leher korban dari arah depan. Korban tak menduga gerakan tersebut. Pisau sudah menancap di bawah leher. Lantas, pelaku melanjutkan dengan menggorok leher korban. Darah muncrat seketika.
Postur AH tinggi kurus, berkulit bersih berwajah tak bersalah. Saat membunuh ia mengenakan kaos hitam celana panjang krem. Dari penampilannya ia tidak seperti orang gila.
Diinterogasi polisi, AH berbelit-belit. Jawabannya ngawur, ngelantur. Entah dibuat-buat atau ia memang kelainan jiwa. Polisi terus menginterogasi. Jawaban pelaku makin ngelantur.
Wibisono: “Misalnya, kami tanya ngapain ia berada di situ, mau ke mana? Dijawab: Mau ke langit. Jawabannya tidak nyambung seperti itu. Sepertinya ia kurang waras.”
Polisi tidak percaya begitu saja. Rumah keluarga pelaku di Tangerang didatangi. Polisi minta keterangan ibunda pelaku. Juga mewawancarai adik pelaku. Hasilnya kurang-lebih sama dengan dugaan polisi.
Ibunda pelaku menceritakan, AH memang kurang waras. Pengangguran dan sering stress. Kelihatan linglung. Berperilaku aneh. Dan, hampir tiap hari dari rumahnya menuju ke Mal Central Park.
Wibisono: “Ibunda pelaku menceritakan, beberapa waktu lalu si ibu mengajak pelaku berobat ke RSJ. Tapi pelaku menolak. Dipaksa berobat, tetap menolak. Tapi, selama ini kata ibunya, tersangka belum pernah menyerang orang. Si ibu juga tidak tahu kalau tersangka membawa pisau sejak dari rumah, sebelum membunuh.”
Tahap penyidikan berikutnya, polisi akan memeriksa kejiwaan tersangka di RS Bhayangkara Polri. “Kami cuma memperkirakan tersangka gila, tapi kepastiannya menunggu hasil pemeriksaan tim psikiater,” ujar Wibisono.
Jika benar AH gila, maka sungguh mengerikan. Ia gila dan membawa pisau, lalu menuju ke Mal Central Park. Bayangkan, ia bisa melukai bahkan membunuh siapa saja. Secara acak. Tanpa motif. Tanpa kata-kata. Diam-diam langsung membunuh siapa saja di dekatnya.
Tapi mengapa korban sempat mengirim sinyal SOS? Kompol Wibisono menduga, Apple Watch korban membentur sesuatu secara keras. Sehingga otomatis mengirim sinyal SOS (sudah diatur) masuk ke HP suami.
Namun, berdasar petunjuk penggunaan Apple Watch, sinyal SOS cuma terkirim jika tombol di Apple Watch ditekan, atau digeser. Tidak sembarangan sinyal SOS terkirim. Pasti kerana tombol sengaja ditekan.
Begitu tombol di Apple Watch ditekan pengguna, maka benda itu mengirimkan sinyal SOS ke ponsel yang diatur sebelumnya, yakni milik suami. Sinyal SOS disertai data lokasi pengirim pada saat itu melalui Global Positioning System (GPS). Tombol itu tidak mungkin terpencet, karena letaknya tersembunyi.
Sedangkan, pihak manajemen Mal Central Park pada Jumat 29 September 2023 mengeluarkan siaran pers, bahwa lokasi pembunuhan bukan di dalam mal. Melainkan di luar gedung mal. Tapi di jalan dekat lobi, di dalam area gedung mal. Maksud pengumuman itu mungkin supaya pihak mal tidak dimintai pertanggung jawaban.
Kejadian itu sama saja dengan perilaku teroris. Kejadian begini bisa terjadi di mana saja. Dan korbannya bisa siapa saja. Meskipun korban punya alat pengirim sinyal SOS.
Pembunuhan model begini, jika pelaku dan korban berlainan jenis, disimpulkan peneliti psikiatri, umumnya kelainan jiwa terkait seks. Itu diungkap di Pengadilan Tinggi The Old Bailey, London, Inggris, pada sembilan tahun silam.
Dikutip dari The Guardian, Jumat 28 Februari 2014, berjudul, Joanna Dennehy: serial killer becomes first woman told by judge to die in jail, disebutkan, pembunuh gila itu wanita dua anak bernama Joanna Dennehy (waktu itu usia 31).
Dennehy membunuh tiga pria, semua korban dipilih secara acak. Yakni, Lukasz Slaboszewski, 31, John Chapman, 56 dan Kevin Lee, 48. Semuanya dibunuh Dennehy dengan digorok. Akhirnya, terdakwa diperiksa psikiater.
Hakim Spencer mengungkapkan di sidang bahwa terdakwa mengatakan kepada psikiater bahwa dia membunuh "untuk melihat apakah saya sedingin yang saya kira. Kemudian suhu saya memang menjadi lebih dingin dan saya merasakannya."
Psikiater menyimpulkan, terdakwa punya kelainan jiwa disebut nafsu seks sadis.
Hakim Spencer mengatakan di sidang, terdakwa Dennehy memiliki gangguan kepribadian dan didiagnosis menderita paraphilia sadomasochism. Suatu kondisi, gairah seksual terdakwa muncul setelah melihat orang lain merasa sakit. Juga setelah pelaku menghina korban. Juga, terdakwa tidak punya emosi sewajarnya manusia yang normal.
Terdakwa dijatuhi hukuman seumur hidup. Ditambah kalimat: “Tidak akan pernah dibebaskan dari penjara”.
Apakah tersangka pembunuh FD memang gila, dan bentuk gilanya seperti apa?
Umumnya, hasil pemeriksaan psikiatri kasus begini diumumkan tidak secara detail. Seumpama hasil pemeriksaan menyatakan tersangka gila, bakal dirawat di RSJ, tanpa penjelasan detail kelainan kejiwaan tersangka atau terdakwa.
Padahal, pengumuman hasil pemeriksaan itu secara detail bisa menghindarkan orang lain jadi korban berikutnya, seumpama terdakwa sudah bebas penjara, kelak. Atau, memberi peringatan ke masyarakat tentang ciri-ciri orang yang berpotensi jadi pembunuh gila.
Sehingga keluarga pelaku atau calon korban bisa mengantisipasi, sebelum pelaku berbuat jahat. Tidak dibiarkan berkeliaran di mal, memilih korban secara acak.