Ecoton Minta Pembersihan Popok ala Khofifah tak Hanya Seremonial
Brigade Evakuasi Popok (BEP), Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) berharap langkah pembersihan di Daerah Aliran sungai (DAS) Brantas, oleh Gubernur Jawa Timur baru Khofifah Indar Parawansa, tak hanya seremonial belaka.
"Kami harap ini gak sekadar seremonial setelah dia (Khofifah) dilantik saja, kami ingin program ini akan menjadi keberlanjutan di hari-hari berikutnya, besok, bulan, dan tahun," kata Koordinator BEP, Azis, usai melakukan pemebersihan sampah popok di Jembatan Karangpilang, Sidoarjo-Surabaya, Minggu, 17 Februari 2018.
Azis menyebut, langkah pengawasan yang dilakukan oleh BEP telah dilakukan sejak 2016 silam. Sejak saat itu pihaknya berusaha mengevakuasi dan mengkampanyekan kebersihan Brantas dari sampah popok, namun upayanya tak berarti berjalan mulus.
Berbagai cara menuntut tanggungjawab pemerintah daerah, pemerintah provinsi pun dilakukan. Namun hasilnya para pemangku justru tak menggubrisnya.
Bahkan tahun lalu, secara formal mereka pun telah melakukan gugatan terhadap Gubernur Jatim, juga kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), juga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Maka itulah, menurutnya, perhatian Khofifah terhadap DAS Brantas ini patut diapresiasi, mengingat Ketua Umum PP Muslimat NU empat periode ini baru saja dilantik beberapa hari lalu sebagai gubernur.
"Ini adalah langkah yang patut diapresiasi. Ini adalah langkah serius, terkait kegiatan dan program adopsi sungai ini, karena akan meminimalisir, mengurangi, ataupun meniadakan popok di Sungai Brantas," kata dia.
Kendati demikian, kata Azis, permasalahan di Brantas dan sungai di Jatim lainnya, bukan hanya perkara sampah popok saja, ia menyebut ada sejumlah permasalahan besar lain yang terjadi di sungai sepanjang 320 kilometer ini. Di antaranya adalah sampah plastik, hingga limbah rumah tangga.
Berdasarkan catatan Ecoton, sampah yang dibuang masyarakat ke Brantas tersebut terdiri dari 43 persen sampah plastik, 37 persen popok sekali pakai, 13 persen ranting dan tanaman, dan 7 persen sampah lain yang berupa baju, jaket, hingga kasur bekas.
Belum lagi limbah industri, yang mengakibatkan berulangnya fenomena kematian ikan massal, di Kali Porong dan sejumlah Sungai di Surabaya lainnya, sejak 2015-2018, tanpa ada penanganan yang serius dari pemerintah.
Maka hal itulah yang menurutnya harus dilihat secara utuh oleh pemerintah, mengingat air di DAS Brantas sendiri menjadi bahan baku utama di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) tiga daerah yakni, Gresik, Surabaya dan Sidoarjo. "Karena lebih dari tiga juta orang mengkonsumsinya," kata dia.
Langkah cepat Khofiah untuk terjun langsung melakukan pembersihan sungai juga tak mengugurkan gugatan pihaknya yang diajukan melalui Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Gugatan itu berisi tentang pelbagai tuntutan yang intinya adalah meminta pemerintah daerah dan pusat melakukan normalisasi di sungai Brantas, dan sungai Jatim lainnya.
"Bagi kami ini bukan suatu yang mengugurkan gugatan kami, karena kami akan tetap mendesak KLHK, PUPR juga, mereka harus bertanggungjawab, gak hanya sekadar melimpahkan satu kasus ini ke Gubernur Jatim saja,"
Azis ingin sejumlah instansi pemerintahan pusat dan pemerintah daerah tersebut untuk bekerja sama menjaga kelestarian sungai, terkait dengan penjagaan kualitas air, kebersihan dari sampah, pengawasan dan regulasi, hingga penegakan hukum terhadap pelaku pencamaran sungai. (frd)
Advertisement