Pembawa Gerbong Dokter Pribumi
Dokter Mohamad Basoeki pintu masuknya. Dia pula yang menjadi penarik gerbongnya. Melalui dokter kelahiran Mojokerto itulah sejumlah dokter produk dalam negeri direkrut menjadi bagian penting dalam sejarah perkembangan Rumah Sakit Mata Mata Undaan.
Ibaratnya, Basoeki adalah penarik gerbong baru dalam rumah sakit warisan para dokter mata Belanda ini. Ia menjadi seorang dokter yang memimpin transisi dari kepemimpinan dokter asal Belanda ke para dokter pribumi lulusan perguruan tinggi dalam negeri.
Setelah Basoeki menggantikan Dokter Doesschate, ia memang perlu suntikan baru tenaga dokter. Dari mana tenaga dokter spesialis mata didapatkan? Lalu bagaimana ia menjaga keberlangsungan layanan perawatan dan pengobatan mata di RS yang dipimpinnya?
Pada saat kepemimpinan Basoeki, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) sudah menghasilkan spesialis dokter mata. Orang pertama yang direkrut adalah Dr Putu Ngurah Oka. Ia bergabung di Rumah Sakit Mata Undaan tahun 1969-1971.
Putu lantas digantikan Dr Marjono. Yang disebut terakhir tidak lama karena ditarik IKES menjelang menyelesaikan pendidikan spesialis mata. Marjono diganti Dr Syaiful Alam sampai dia meninggal dunia 12 April 1980. Saat Syaiful Alam bergabung, kerjasama Rumah Sakit Mata Mata Undaan dengan FK Unair makin gencar.
Karena itu, ketika RS tersebut menghadapi kekurangan dokter mata, Basoeki sempat mengeluh kepada Prof Dr Retno Kentjana Tamin Radjamin untuk dicarikan tambahan tenaga. Secara formal, Basoeki mengirim surat untuk itu kepada Dekan FK Unair.
Lantas apa tanggapan Dr Nana --panggilan akrab Retno Kentjana Tamin Radjamin-- yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bagian Ilmu Penyakit Mata FK Unair? Ia menugaskan Dr Mohamad Badri membantu Rumah Sakit Mata Undaan Itu terjadi pada 1 Juli 1975.
Saat ditugaskan ke Rumah Sakit Mata Undaan, Badri sebetulnya berstatus sebagai dosen Unair. Ia sudah menjadi pegawai negeri dengan gaji ratusan ribu rupiah. Karena itu, ia diperbantukan ke rumah sakit mata satu-satunya di Surabaya itu tanpa mendapatkan bayaran.
Ia membantu Basoeki dalam mengatasi pengelolaan Rumah Sakit Mata Undaan dalam suka dan duka. Pada saat itu, pendanaan Rumah Sakit Mata Undaan masih serba kekurangan dan kesulitan. Namun, dengan hadirnya tenaga baru itu, Basoeki merasa ada tim yang lebih kompak dalam mengelola rumah sakit.
Badri akhirnya diangkat menjadi wakil direktur Rumah Sakit Mata Undaan. Pada saat itu, ada 4 dokter mata sebagai pilar utama. Selain Basoeki dan Badri, ada Marjono dan Syaiful Alam. Keempat dokter itu bisa disebut sebagai generasi pertama dokter mata produk dalam negeri di Rumah Sakit Mata Undaan.
Hanya saja Marjono dan Syaiful Alam tidak lama ikut mewarnai pengembangan RS Mata Undaan pasca ditinggal dokter dari Belanda. Basoeki dan Badri yang justru menjadi sosok penting dalam perkembangan rumah sakit warisan Belanda ini.
Basoeki menjadi sosok transisi dari era dokter Belanda ke dokter produk dalam negeri. Badri menjadi sosok yang mewarnai transformasi rumah sakit yang tadinya dikenal sebagai penampung orang miskin menjadi rumah sakit andalan sampai sekarang. (bersambung/bagian 11)