Pembantaian di Texas Tewaskan 9 Orang, Termasuk Tersangka
Seorang pria bersenjata telah menembak mati delapan orang dan melukai sedikitnya tujuh lainnya, di pusat perbelanjaan yang sibuk di utara kota Dallas di Amerika Serikat, Sabtu malam waktu setempat atau Minggu pagi WIB.
Penyerang, yang menurut pihak berwenang bertindak sendiri, ditembak mati oleh seorang petugas polisi pada Sabtu setelah dia mulai menembak di luar mal Allen Premium Outlets di Allen, pinggiran utara Dallas di negara bagian Texas.
"Dia mendengar suara tembakan, pergi ke arah tembakan, melihat tersangka dan melumpuhkannya," kata Brian Harvey, kepala polisi Allen, sebuah komunitas berpenduduk sekitar 100.000 orang, tentang tindakan anak buahnya. “Dia kemudian memanggil ambulans,” katanya.
Seorang karyawan kios pretzel berusia 16 tahun, Maxwell Gum, menggambarkan penyerbuan dilakukan terhadap pembeli secara virtual. Maxwell dan yang lainnya kemudian berlindung di ruang penyimpanan.
“Kami mulai berlari. Anak-anak diinjak-injak, ”kata Gum. "Rekan kerja saya mengambil seorang gadis berusia empat tahun dan memberikannya kepada orang tuanya," kata Maxwell seperti dikutip Al-Jazeera.
Sebuah video yang beredar menunjukkan pria bersenjata itu keluar dari mobil dan menembaki orang-orang di trotoar. Lebih dari tiga lusin tembakan terdengar saat kendaraan yang merekam video itu melaju.
Kepala departemen pemadam kebakaran Allen Jon Boyd mengatakan departemennya membawa setidaknya sembilan korban dengan luka tembak ke rumah sakit daerah. Dua dari sembilan orang itu meninggal di rumah sakit, kata Allen Jon Boyd.
Hari minggu kemarin Presiden AS Joe Biden telah meminta Kongres untuk meloloskan undang-undang pengendalian senjata, setelah peristiwa penembakan yang menewaskan sembilan orang itu, termasuk pria bersenjata itu.
Joe Biden kembali menyerukan agar Kongres melarang senjata serbu dan magasin berkapasitas tinggi, serta memberlakukan pemeriksaan latar belakang universal dan mengakhiri kekebalan bagi produsen senjata. Ada sedikit kemungkinan DPR dan Senat akan meloloskan undang-undang semacam itu, meskipun jajak pendapat menunjukkan kebanyakan orang di Amerika Serikat mendukung pemeriksaan latar belakang terhadap pembeli senjata.