Pembalap ITdBI Coba Sarung dan Kopiah Saat Prosesi Pembukaan
Ada yang menarik pada perhelatan International Tour de Banyuwangi Ijen (ITdBI) yang digelar hari ini. Para pembalap dikenalkan tradisi pesantren dengan mengenakan sarung dan kopiah saat mengikuti prosesi pembukaan. Kebetulan, lokasi start di SMKN 2 Tegalsari yang berada di kawasan pondok pesantren.
Para pembalap yang berasal dari dalam dan luar Negeri itu tampak asyik saat mencoba mengenakan sarung dan kopiah yang menjadi salah satu pakaian sehari-hari di kalangan pesantren. Banyak pembalap yang berfoto dan berpose dengan mengenakan sarung dan kopiah.
Salah satu pembalap, Aidan Buttigieg, mengaku cukup kesulitan saat pertama kali mencoba mengenakan sarung. Pembalap asal St. George Continental Cycling Team Australia ini harus dibantu kru panitia yang mendampingi.
"Cukup sulit untuk dipakai bagi orang yang pertama kali mencoba. Saya harus menguasai tekniknya. Sangat menyenangkan bisa mencoba sarung, dan kopiah ini," katanya.
Diapun mendapatkan penjelasan tentang makna dan fungsi sarung. Pembalap inipun mengaku kagum mengetahui ini sarung menjadi tradisi busana santri hingga digunakan untuk pakaian beribadah umat muslim di Indonesia.
"Sebuah kehormatan saya bisa mencoba budaya dan juga tradisi beragama masyarakat di sini. Sebagaimana memang seharusnya," ungkapnya.
Selain Aiden juga ada pembalap 7ElevenThailand, Even Yemane. Dia tampak antusias memakai sarung. Pembalap berusia 18 tahun asal Eritrea ini juga mengaku senang dengan suasana pondok pesantren yang menjadi lokasi start.
“Indonesia terkenal dengan mayoritas muslimnya, tentunya ini tradisi yang baik dan bisa kita coba selama di sini. Nyaman dipakai,” jelasnya.
Ratusan santri dan pelajar memadati lokasi start etape satu ini. Mereka memberikan semangat pada pembalap saat akan memulai lomba. Mereka menyemangati ratusan pembalap yang datang dari berbagai negara.
Etape pertama ini dihadiri Wakil Ketua Umum PB ISSI, Silmy Karim. Dia mengapresiasi Banyuwangi yang terus menggelar Tour de Ijen. Tidak hanya untuk memajukan olahraga balap sepeda, namun juga memadukan olahraga dengan pariwisata dan mengenalkan tradisi nusantara ke dunia.
"Banyuwangi luar biasa, tidak hanya bekerja keras menyiapkan even level internasional tapi juga memadukannya dengan kearifan budaya lokal," katanya.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan pemakaian sarung dan kopiah di ajang internasional seperti ITDBI ini sangat efektif sebagai sarana memperkenalkan tradisi pesantren yang merupakan ikon pendidikan asli nusantara. Menurutnya, ini sekaligus untuk mengampanyekan nilai-nilai toleransi dan keberagaman.
Penggunaan Sarung dan kopiah juga menjadi simbol akar yang kuat akan budaya dan tradisi yang dimiliki Banyuwangi seiring dengan upaya menjadikan daerah sebagai bagian dari destinasi pariwisata berskala global. ITDBI merupakan sebuah upaya promosi sport tourism untuk mendatangkan wisatawan ke daerah.
"Kami senang para pembalap cukup antusias memakai sarung dan kopiah, ini menunjukkan mereka juga memiliki toleransi yang tinggi pada keberagaman," ujarnya.