Pelecehan Seks Putri Candrawathi, LPSK-Komnas HAM Ribut Sendiri
Pelecehan seksual yang diklaim mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo yang dilakukan mendiang Brigadir Joshua terhadap istrinya, Putri Candrawathi, kembali mengemuka.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membeberkan sejumlah kejanggalan soal dugaan pelecehan seks terhadap Putri Candrawathi di Magelang. Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu memaparkan empat poin kejanggalan.
Pertama, ada relasi kuasa antara Brigadir Joshua dengan Putri Candrawathi. Brigadir Joshua merupakan ajudan Ferdy Sambo yang notabene juga bawahan ibu empat anak itu.
"Makanya kok janggal, karena dua hal yang umumnya terjadi pada kekerasan seksual itu tidak terpenuhi. Pertama, soal relasi kuasa karena posisi Yosua adalah bawahan dari ibu PC atau dari FS," kata Edwin.
Kejanggalan kedua, Edwin menyoroti lokasi yang diduga terjadinya pelecehan seksual. Ia mengatakan pelaku pelecehan seksual pada umumnya akan mencari tempat yang kemungkinan besar tak ada yang menyaksikan.
Brigadir J diduga melecehkan Putri di rumahnya di Magelang pada 7 Juli 2022. Pada hari itu, Kuat Maruf dan Susi selaku asisten rumah tangga Putri Candrawathi berada di rumah yang sama.
"Biasanya pelaku memastikan tidak ada saksi, ini peristiwanya di rumah Ibu PC. Di situ ada KM dan ada S. Jadi terlalu apa ya, nekat ya. Kalau itu terjadi nekat banget ya," kata Edwin.
Dengan kondisi itu, Edwin menyebut posisi Putri Candrawathi memungkinkan untuk memberi perlawanan. "Kan, itu tidak ada," ujarnya.
Kejanggalan ketiga, Edwin mengatakan Putri Candrawathi disebut masih menanyakan kondisi Brigadir Joshua kepada ajudannya yang lain, Bripka Ricky Rizal. Menurut penilaian Edwin, situasi itu janggal lantaran korban masih mencari orang yang disebut telah melecehkan harga dirinya.
"Kalau dia korban, dia menanyakan pelaku, agak unik Yosua juga masih menghadap ke PC di kamarnya," tandasnya.
Kejanggalan terakhir, kata Edwin, pelecehan seksual pada tanggal 7-8 Juli di mana Brigadir Joshua masih tinggal di atap yang sama dengan Putri Candrawathi. "Itu rumahnya kalau kita pakai pendekatan kekerasan seksual itu rumahnya korban, korban punya kekuasaan, kok korban masih bisa tinggal bersama pelaku," ucapnya.
"Yang jadi korban kan istri jenderal kalau dia telepon Polres, Polresnya datang dia enggak perlu datang ke Polres. Polisi akan datang ke rumahnya enggak perlu sibuk-sibuk untuk datang ke kantor polisi," tambahnya.
Komnas HAM dan Komnas Perempuan Vs LPSK
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komnas Perempuan punya pendapat berbeda dengan LPSK soal dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi. Mereka menyebut pelecehan seksual tersebut diduga kuat terjadi pada 7 Juli lalu di Magelang.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan dasar alasan itu di antaranya diambil berdasarkan keterangan para saksi dan terduga korban. Para saksi yang dimaksud yaitu ajudan Sambo, Bripka Ricky (RR) dan dua asisten rumah tangganya Susi dan Kuat Maruf (KM).
"Dugaan itu didasarkan keterangan saksi/korban yakni PC, KM, RR, dan Susi. Juga dua ahli psikologi yang mendampingi selama ini. Kasus KS (kekerasan seksual) juga masuk di BAP, di dalam rekonstruksi dan berkas perkara yang dilimpahkan ke Kejaksaan," kata Taufan.
Sementara itu, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, Putri Candrawathi ingin mengakhiri hidup karena dugaan pelecehan seksual yang dialaminya. Bahkan, lanjut Andy, Putri Candrawathi merasa sangat tertekan dan menyalahkan dirinya sendiri atas peristiwa dugaan pelecehan seksual tersebut.
"Posisi sebagai istri dari seorang petinggi kepolisian pada usia yang jelang 50 tahun, memiliki anak perempuan, maupun rasa takut pada ancaman dan menyalahkan diri sendiri, sehingga merasa lebih baik mati," katanya di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.
Ungkapan ingin mati itu, kata Andy, diucapkan berkali-kali oleh Putri Candrawathi. Menurutnya, relasi kuasa antara atasan dan bawahan ternyata tidak cukup menghilangkan kemungkinan terjadinya kekerasan seksual.