Legenda Kiper Persik Wahyudi, Kini Tenar dari Sambal Tumpang
Badannya kekar. Gerakannya sigap. Image sebagai legenda penjaga gawang Persik Kediri, masih melekat dari postur badannya. Namun, di balik kepiawaiannya dalam menangkap si kulit bundar di bawah mistar, pelatih kiper Persik Kediri Wahyudi juga luwes meracik dan memasak bumbu sambal tumpang, makanan khas Kediri.
Bakatnya dalam meramu bumbu sambal tumpeng ia manfaatkan untuk membuka usaha kuliner yang sudah berjalan sedikitnya dua tahun lamanya. Usaha rintisan warung makan tersebut ia beri nama Omah Tumpang berlokasi di Jalan Boto Lengket, Kelurahan Bujel, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.
Semua proses memasak bumbu tumpang ia kerjakan sendiri, tanpa bantuan orang lain. Sesekali ia dibantu anaknya saat menggoreng peyek. "Selepas salat Subuh, saya biasa tiap pagi langsung meluncur belanja ke pasar untuk membeli bumbu keperluan memasak, semuanya saya kerjakan sendiri," ujar Wahyudi.
Sambal Tumpang Khas Wahyudi
Mantan penjaga gawang yang sempat membawa Persik menjuarai Liga Indonesia sebanyak dua kali ini menuturkan pertama kali belajar memasak bumbu sambal tumpang dari ibunya.
"Saat itu kan rencananya mau buat warung peracangan untuk mertua. Namun rencana itu berubah, karena mertua keburu meninggal. Akhirnya saya berinisiatif menggunakan tempat tersebut untuk buka usaha kuliner rumah tumpang," cerita bapak tiga anak ini ditemui di tempat usahanya.
Setiap hari ia bisa membuat bumbu sambal tumpang sebanyak 25 liter. Citra rasa bumbu tumpang bikinan Wahyudi, memang sangat berbeda dengan yang lain. Bumbu sambal tumpang yang dijual ada dua jenis rasa, yakni sampel tumpang rasa gurih dan sambal tumpang rasa super pedas.
Bahan yang digunakan untuk membuat sambal tumpang, antara lain tempe busuk, bawang, cabai, laos, serta daun salam. "Sambal tumpang bikinan saya ada dua rasa Mas, pedas dan gurih. Yang rasa pedas saya bikin 15 liter menggunakan panci berukuran besar. Sementara sambal tumpang yang gurih hanya 10 liter, " terangnya.
Per porsi menu masakan bumbu tumpang, nasi plus sayur dan peyek dijual Rp6.000. Omah tumpang buka setiap hari pukul 15.30 - 20.00 WIB. Jika ada pelanggan yang beli hanya bumbu sambal tumpang saja tanpa nasi dan sayur tetap dilayani dengan harga relatif lebih murah, per bungkus Rp 5.000.
"Kalau nggak hujan biasanya jam 20.00 WIB sudah habis Mas. Warung di sini mempunyai kelebihan dibandingkan warung lain, jika pelanggan merasa kurang dan mau tambah bumbu boleh tidak dipungut biaya tambahan, " katanya.
Karena kualitas rasanya yang enak dan khas, pelanggan yang datang ke warung omah tumpang tidak hanya berdomisili dari lingkungan Kota Kediri saja melainkan juga dari kabupaten.
"Terkadang, ada juga pembeli dari Kecamatan Mojo dan sekitar SLG Kabupaten Kediri, yang rela datang jauhj-auh hanya karena ingin makan nasi sambal tumpang bikinan saya ini. Pada umumnya mereka tahu, jika di sini jualan nasi sambal tumpang dari mulut ke mulut " terang Wahyudi.
Selain menjual nasi sambal tumpang, sebagai menu pendamping, aWhyudi juga menyediakan kuliner khas tradisional jenang grendul. Umumnya seperti yang dijual di pasaran, jenang grendul terbuat berbahan dari ketan, ia kemudian menggantinya dengan ketela.
Cabai Mahal Sambel Tetap Pedas
Setiap hari modal yang dikeluarkan untuk membuat sambal tumpang berkisar seratusan ribu rupiah, belum termasuk beras, sayuran dan membuat peyek. Sedangkan omzet yang didapat per hari bisa tembus Rp 400 -Rp 500 ribu.
Modal juga bisa merangkak naik akibat harga cabai yang semakin pedas. Meski harga cabai sekarang mencapai Rp 80 ribu per kilogram, ia tidak mengurangi komposisi takaran cabai saat memasak. Cabai yang ia pergunakan untuk memasak bumbu tumpang setiap harinya sebanyak 7 ons. " 7 ons cabai, bisa buat bumbu tumpang 25 liter per hari," ulasnya.
Selama kurang lebih 20 tahun aktif menjadi pemain profesional pun pelatih penjaga gawang Wahyudi merasa bersyukur, bisa menabung dan menggunakan gajinya untuk investasi beli rumah, mobil, membuka warung, dan satu kafenya.
Wahyudi menitipkan pesan kepada juniornya, khususnya para pemain muda hendaknya tidak terlalu menggantungkan hidupnya di sepak bola. Kata Wahyudi di saat kondisi seperti sekarang, semestinya pemain harus memilki pegangan usaha lain.
"Dengan tidak adanya liga, sekarang banyak pemain Persik ramai ramai buka usaha sampingan, " tutur pria yang sudah tiga kali keluar masuk menjadi pegawai kantoran ini.
Berharap Merumput Kembali
Selama menjadi pemain hingga pelatih kiper, karier sepak bola laki-laki berusia 45 tahun itu bisa dibilang moncer. Ia mulai membela Persik sebagai pemain sejak tahun 1999. Selama itu, ia turut mengantarkan tim berjuluk Macan Putih tersebut menjuarai Liga Indonesia sebanyak dua kali. Selain bermain untuk Persik Kediri, ia juga pernah memperkuat klub sepak bola Deltras Sidoarjo dan Persibo Bojonegoro.
Sempat gantung sepatu sesaat, tahun 2016 ia kembali ke Persik Kediri, sebagai pelatih kiper. Meski saat itu kondisi Persik terpuruk di Liga 3, Wahyudi memiliki keyakinan jika suatu saat Persik bakal kembali naik kasta ke Liga 1.
Apa yang diyakini Wahyudi ternyata benar, di Liga 3, Persik jadi juara, semusim kemudian Persik kembali juara di Liga 2, hingga akhirnya layak promosi di Liga 1. "Saya waktu itu meyakini, Persik bakal kembali menjadi yang terbaik promosi ke Liga 1," yakin pelatih kiper yang memiliki lisensi C, AFC itu.
Kini kontrak Wahyudi di Persik bersama pemain lainya sudah habis. Sebagai putra daerah asli Kediri, jika diberi kesempatan kembali ia masih berkeinginan untuk tetap melatih di Persik Kediri.
Advertisement