Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Ditawarkan Jalur Non-Yudisial
Penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu, kini dibuka kembali. Namun penyelesaiannya kali ini di luar pengadilan atau non-yudisial.
Pihak pemerintah lewat Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menyebut, pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu merupakan komitmen serius Presiden Joko Widodo.
"Paralel dengan proses yudisial yang berlangsung, Presiden juga memberikan arahan perlunya penyelesaian di luar pengadilan (non-yudisial) yang lebih berorientasi pada perlindungan dan rehabilitasi hak korban dan keluarga korban," ucapnya.
Menurutnya sejak menjabat Presiden RI tahun 2014, Presiden Jokowi telah berupaya keras menyelesaikan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Presiden memerintahkan untuk pelanjutan proses melalui pengadilan (yudisial) dengan memerintahkan Kejaksaan Agung dan mendorong Komnas HAM bekerja memenuhi unsur-unsur dan proses hukum," kata Jaleswari dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 20 Agustus 2022.
Jaleswari mengatakan,Presiden Joko Widodo berkomitmen sebagaimana dinyatakan dalam Nawa Cita, RPJMN, dan dokumen resmi lainnya. Dia mengatakan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu adalah janji dan komitmen Jokowi. ”Presiden Jokowi juga berkomitmen untuk menyelesaikan melalui luar pengadilan dengan mengutamakan hak korban dan keluarga,” tandasnya.
Menurut Jaleswari, saat peringatan Hari HAM Sedunia pada 9 Desember 2014 di Yogyakarta, Jokowi menemui korban pelanggaran HAM untuk mendengarkan aspirasinya. Pada 2015 juga sempat digagas pembentukan Komite Rekonsiliasi dan Komite Pengungkapan Kebenaran.
Tahun 2016 digelar simposium nasional tentang peristiwa 1965/1966 dan rencana pembentukan Dewan Kerukunan Nasional di 2016 tetapi mendapat penolakan publik dengan berbagai alasan. Pada Mei 2018, Jokowi menerima audiensi keluarga korban pelanggaran HAM di Istana guna mendengar aspirasi dan harapan para korban. Juga dibentuk Tim Gabungan Terpadu Tentang Penyelesaian Dugaan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.
Di tahun 2019 dimulailah pembahasan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi setelah UU Nomor 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006. Tahun 2021, Jaksa Agung mulai melakukan penyidikan atas dugaan pelanggaran HAM di Paniai tahun 2014. "Saat ini, terdapat 13 peristiwa pelanggaran HAM berat yang belum diselesaikan berdasarkan penyelidikan Komnas HAM," ucapnya.
Sementara itu Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan, soal Kepres pembentukan penyelesaian Non-Yudicial Pelanggaran HAM berat masa lalu, adalah perintah peratuan perundang-undangan di MPR. Bentuknya ada dua, yaitu yudisial dan non yudisial. “Tapi yang yudisial dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Sedangka yang non-yudisial jalan terus,” tandasnya di Jakarta Satu 20 Agustus 2022.
Sedangkan 13 kasus, yaitu 9 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu ata terjadi sebelum diundangkan UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
Rinciannya 9 pelanggaran HAM
Yaitu:
1. Peristiwa 1965/1966;
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1983-1984;
3. Peristiwa Talangsari 1989;
4. Peristiwa Mei 1998;
5. Peristiwa Penghilangan Paksa 1997/1998;
6. Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998-1999;
7. Peristiwa Dukun Santet 1999;
8. Peristiwa Rumoh Geudong Aceh 1998;
9. Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999.
Kemudian 4 peristiwa terjadi setelah tahun 2000
Yaitu:
1. Peristiwa Wasior 2001;
2. Peristiwa Wamena 2003;
3. Peristiwa Jambo Keupok 2003; dan
4. Peristiwa Paniai 2014.