Pelaku Penyerangan Gereja juga Pernah Larang Tetangga Selametan
Rekam jejak perilaku Suliono di kampung halamannya memang dikenal tidak terlalu toleran dengan aktivitas warga yang diyakini salah. Contohnya saat warganya yang hendak mengadakan selamatan atau tasyakuran saat musim panen tiba. Suliono yang sedang pulang kampung itu, sempat melarang warga untuk mengadakan tasyakuran. Ini tampak sekali setelah dia, hijrah ke Palu. Pakaian yang digunakan Suliono juga berbeda dengan masyarakat sekitar karena menggunakan jubah warna hitam.
"Beberapa warga juga melaporkan, saat pulang, Suliono beberapa kali melarang tetangganya melakukan selamatan dan ritual saat musim panen," kata Kepala Desa Kandangan Riyono.
Suliono terduga pelaku penyerangan terhadap Gereja St.Lidwina Sleman Yogyakarta kemarin, memang berasal dari Desa Kandangan, Banyuwangi. Dia terakhir pulang ke kampung halamannya di Banyuwangi saat puasa tahun lalu.
Namun di balik sikap kerasnya itu, Suliono dikenal sebagai pemuda yang santun dan pendiam. Dia juga juga dikenal sebagai pemuda yang fasih dalam membaca Al-Quran. Suaranya juga merdu. Tak heran jika sebelum pindah, Suliono sering dimintai para tetangga di kampung halamannya untuk menjadi pembaca Al-Quran (Qori) saat ada pengajian.
Cerita serupa juga diungkapkan oleh Mubarok, tetangga dekat keluarga Suliono yang juga mantan Kepala Desa Kandangan, Banyuwangi. Kata dia, saat lulus SMP, Suliono pernah mondok selama enam bulan di Pondok Pesantren Ibnu Sina Genteng Banyuwangi milik KH Maskur Ali, Ketua PCNU Banyuwangi. Namun, Suliono keluar karena mengaku tidak sepaham dengan ilmu yang diajarkan di pondok pesantren tersebut. (amr)
Advertisement